Virus Corona: Tiga Diplomat RI Ungkap Situasi di China, Jepang, India

Para penumpang kereta cepat baru tiba di Stasiun Tianjin, China, dengan mengenakan masker untuk menghindari wabah virus corona. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie

VIVA – Seperti banyak negara di dunia, baik China, Jepang, dan India masih terus berupaya meredam pandemi virus corona. Namun, pemerintah tiga negara itu optimistis bahwa tingkat penularan belakangan ini cenderung menurun berkat sejumlah kebijakan domestik dan kerjasama warga dalam mematuhi kebijakan-kebijakan yang dibuat.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Demikian menurut pandangan para diplomat senior Indonesia yang bertugas di China, Jepang, dan India. Mereka adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk India, Sidharto Suryodipuro, Wakil Dubes RI untuk China, Dino Kusnadi, dan Koordinator Fungsi Penerangan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, Eko Junor.

Mereka mengungkapkan situasi terkini di tiga negara tersebut dalam diskusi virtual yang diadakan Ikatan Alumni Program Studi Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung (Ikaprodi Unpar), Senin 27 April 2020. Kebetulan ketiganya merupakan alumnus program studi Hubungan Internasional Unpar.
 
Di awal diskusi, Dubes Sidharto mengungkapkan bahwa hingga data per Senin pagi tadi di India sudah terdapat 27.890 kasus positif virus corona. "Sebanyak 882 penderita meninggal dunia, namun sudah 6.523 pasien yang telah sembuh," ungkap Sidharto dari kantornya di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Delhi, India. 

Mengecas Mobil Listrik Nantinya Cuma Butuh Waktu 10 Menit

Sedangkan Eko Junor mengungkapkan bahwa di Jepang terdapat sekitar 12.000 kasus Covid-19, dan sebanyak 300 orang meninggal dunia dan 1.500 pasien sudah sembuh. Namun, dia mengungkapkan bahwa kasus penularan di Jepang kini berangsur-angsur menurun. 

"Pekan-pekan sebelumnya penularan rata-rata 200 kasus per hari, pekan lalu sudah di bawah 100 kasus per hari," ungkap Eko dari kantornya di KBRI Tokyo. 

SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

Dari KBRI Beijing, Dino juga mengungkapkan bahwa puncak penularan Covid-19 di China telah lewat. "Sejak 17 Februari 2020 China sudah melewati masa puncak penularan. Saat itu terdapat 58.000 lebih kasus. Kini tinggal 1.230 orang yang positif masih dalam perawatan di rumah-rumah sakit," ungkap Dino. 

Dia juga mengungkapkan bahwa keseluruhan total kasus covid-19 di China hingga hari ini di bawah 83.000. "Ini artinya sudah lewati masa puncak. Sebagian besar kasus baru saat ini adalah kasus impor, yang dapat diartikan sebagai gelombang kedua. Terdapat sekitar 1.600. Angka ini tidak seseram seperti yang diperkirakan, namun tetap diwaspadai oleh Pemerintah China" ungkap Dino dalam diskusi virtual yang juga diikuti oleh Dubes RI untuk China, Djauhari Oratmangun, dan Wali Kota Bogor, Bima Arya - yang juga alumnus HI Unpar.   

Penerapan Lockdown

Untuk saat ini, pemerintah di banyak negara tengah sibuk menerapkan pembatasan sosial maupun karantina wilayah atau lockdown demi memutus mata rantai penyebaran virus corona. Ini termasuk di India.

Dubes Sidharto mengungkapkan bahwa pemerintah India tengah menerapkan lockdown. Karantina wilayah ini sudah berlangsung dua tahap. Tahap pertama berlangsung 25 Maret hingga 14 April 2020, dan diperpanjang lagi menjadi tahap kedua, yang berlangsung 15 April hingga 3 Mei 2020. 

"Ini merupakan lockdown nasional yang paling ketat. India pun mengerahkan banyak petugas untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan efektif," ungkap Sidharto. 

Salah satu kebijakan yang ditempuh India adalah pemberlakuan Janata Curfew pada 22 Maret lalu. Pada hari itu, selama jam 7 pagi hingga 9 malam, pemerintah meminta semua warga untuk tetap tinggal di rumah, kecuali bagi mereka yang melakukan tugas-tugas esensial seperti yang diatur oleh pemerintah.    

Sedangkan di Jepang, ungkap Eko Junor, kebijakan lockdown merupakan hal yang sulit diikuti oleh warganya sebelum akhirnya menerapkan status darurat nasional 16 April lalu. "Itu karena mereka selama ini sangat teratur secara sosial. Banyak orang tua tinggal sendiri di rumah yang perlu dikunjungi. Lalu, karena rumahnya kecil-kecil, orang Jepang lebih suka beli makanan di luar ketimbang memasak," ungkap Eko.

Walaupun rata-rata disiplin dan taat aturan, namun sulit mencegah warga Jepang untuk keluar rumah, apalagi saat ini memasuki periode Golden Week (musim liburan favorit warga Jepang). Cuaca mulai hangat sedikit, orang-orang pergi ke gym atau ke pantai. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi aparat di Jepang," ungkapnya.  

Situasi yang berbeda berlangsung di China, negara yang menjadi awal pandemi virus corona. Menurut dia, lockdown hanya berlangsung di Provinsi Hubei dan Kota Wuhan yang menjadi episentrum penularan. "Jadi lockdown tidak diberlakukan secara nasional, kini hanya pengawasan yang lebih ketat terhadap orang-orang yang keluar masuk lewat aplikasi khusus," ungkap Dino.

Menurut dia, lockdown di Hubei dan Wuhan yang diterapkan mulai 23 Januari lalu telah berakhir pada 8 April lalu seiring dengan berkurangnya kasus penularan secara signifikan.

Ketua Ikaprodi Unpar, Bonggas Adhi Chandra, sebagai moderator diskusi mengungkapkan paparan dari para diplomat RI di tiga negara ini mendapat respons yang bagus dari puluhan peserta sesama alumni HI Unpar. "Mereka mendapat perspektif yang lebih luas atas kasus dari tiga negara tersebut yang selama ini hanya didapat dari pemberitaan media massa," ujarnya. 

Respons yang positif juga diutarakan oleh Rektor Universitas Parahyangan, Mangadar Situmorang, yang juga mengikuti forum itu. "Kami mengapresiasi seminar online ini. Unpar selalu diharapkan oleh publik untuk berkontribusi dalam menjawab persoalan bangsa," ujar Mangadar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya