Industri Makanan dan Minuman

Cukup Beli Kemasan Dengan Rupiah

VIVAnews - Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia (The Indonesian Olefin and Plastic Industry Association/Inaplas) mengusulkan penggunaan rupiah dalam pembelian bahan baku kemasan oleh industri makanan dan minuman (mamin). Usul tersebut diterima Departemen Perindustrian dan disambut baik produsen mamin.

"Fluktuasi dolar seperti sekarang ini membuat industri mamin jadi sulit untuk kalkulasi biaya," kata Ketua Umum Gabungan Asosiasi Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan di Jakarta, Senin, 8 Desember 2008.

Imbas Konflik Israel-Iran, Emas Sumbang 0,08 Persen ke Inflasi RI April 2024 

Kalau pun memakai dolar Amerika Serikat, kata dia, seharusnya hanya untuk patokan harga saja.

Menurut Thomas, perubahan strategi itu disinyalir dapat mengurangi biaya produksi (production cost reduction). "Sekarang harga plastik turun hampir 50 persen, sedangkan bila dolar menguat hingga 30 persen maka diimpaskan angka 20 persen dapat dilakukan penghematan," jelasnya.

Dia mengakui, sudah umum sebelumnya, industri mamin selalu menggunakan dolar dalam transaksi pembelian bahan baku kemasan, baik itu dari dalam negeri maupun impor. Sehingga, jika diubah ke rupiah maka volatilitasnya akan berkurang. "Karena, harga bahan baku kemasan kemudian berpengaruh pada penentuan harga jual produk pangan," ujar Thomas.

Namun, kata Thomas, meski harga plastik sekarang sudah turun, tapi harga mamin belum bisa turun. Sebab, persediaan kemasan masih pakai harga lama. "Penurunan harga pangan olahan, baru memungkinkan setelah Januari 2009," jelasnya.

Dia mengatakan, kontribusi biaya kemasan terhadap kalkulasi biaya produksi industri pangan berbeda-beda untuk setiap jenis produk. Misalnya, biaya kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) sekali pakai berkontribusi 90 persen dari total biaya produksi. "Airnya murah, tapi kemasan dan labelnya yang mahal," ujar Thomas.

Momen Hakim MK Tegur Ketua KPU yang Hendak Tinggalkan Ruang Sidang

Sedangkan untuk sari buah atau jus, dia menambahkan, yang menggunakan kemasan tetrapack atau kaleng industri harus menyisihkan 70 persen biaya untuk kemasan.

Thomas melanjutkan, lebih rendah lagi biaya kemasan untuk pengalengan buah atau sayur mencapai 40 persen. Tapi untuk daging,
karena harga daging mahal maka praktis prosentase biaya kemasan hanya 20-30 persen saja.

Sementara itu, untuk produk seperti makanan ringan atau mie instan hanya mengkalkulasi 15-20 persen biaya kemasan dari total biaya produksi. Dan, untuk produk-produk pertanian atau yang lebih sederhana hanya butuh 5-10 persen saja.

Menurut  dia, industri pangan olahan sebagian besar telah memakai bahan baku kemasan dari dalam negeri, seperti botol atau karton. Kecuali untuk karton tetrapack yang masih impor dari Singapura.

Namun, Thomas mengakui, pada pabrik besar tertentu seperti pengalengan nanas atau ikan di luar Jawa, lembaran baja untuk kemasan kalengnya sebagian besar masih diimpor. "Sama halnya pada kemasan susu kental manis," tegas dia.

KPK Sebut Gratifikasi dan Pencucian Uang Bupati Probolinggo Capai Rp239 Miliar
Menko Airlangga menerima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Perkuat Komitmen Aktif dalam Tatanan Dunia

Menjadi anggota OECD memungkinkan Indonesia memperkuat komitmen konstitusionalnya untuk berpartisipasi dalam tatanan dunia.

img_title
VIVA.co.id
2 Mei 2024