Shlomo Ben-Ami

Menengok Gaza

VIVAnews - Dengan lusinan roket Qassam ditembakkan tiap hari ke kota-kota Israel oleh  Hamas --penguasa jalur Gaza-- dan desakan politisi Israel perlunya bertindak tegas, pertanyaan bagi Israel hari ini adalah melakukan invasi atau tidak. Namun, meski kedua sisi bebas dari kontradiksi, kedua pilihan  agaknya terjebak dalam sebuah permainan retoris  tak terpecahkan.

Sebagai sebuah pemerintahan, Hamas telah divonis gagal memerintah dan menjaga keamanan bagi penduduk Gaza. Namun, sebagai sebuah gerakan, mereka tak pernah  mengkhianati komitmen mereka melawan pendudukan Israel hingga mati. Apalagi, Hamas memang tidak dipilih untuk membuat perdamaian dengan Israel atau memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat.  Meski secara sporadis  sudah menunjukkan sejumlah sinyal realisme politik,  Hamas tak pernah mengkhianati rasion d’etre, alasan keberadaanya, dengan mendorong proses perdamaian bersama AS di Annapolis.

Serangan Hamas tak hanya bertujuan untuk memancing invasi berbiaya tinggi Israel yang akan menguncang rejim itu sendiri. Lebih jauh, gerakan ini bertujuan membangun keseimbangan atas dasar ancaman sebuah konflik intensitas rendah hingga terbentuknya sebuah tatanan keamanan yang  baru.

Sekarang ini, pameran senjata secara ekstrim dan arogan tengah dipamerkan Hamas dengan harapan memperoleh sebuah tatanan keamanan dengan syarat adanya konsesi baru dari Israel dan Mesir.  Konsesi ini adalah  pembukaan perbatasan Gaza, termasuk perbatasan Rafah yang dikontrol Mesir, pelepasan tahanan Hamas di Mesir, penghentian operasi Israel terhadap aktivis Hamas di Tepi Barat, dan hak membela diri bila Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata.

Namun kelakuan Hamas yang menyerempet bahaya adalah contoh berbahaya. Apalagi sebuah konflik tingkat rendah dapat dengan mudah meningkat jika pelepasan roket karena alasan politik itu menimbulkan korban di sisi Israel. Faktanya, pimpinan Israel telah menyetujui rencana tentara menginvasi Gaza.

Hamas juga tengah bermain api dengan front Mesir, dengan berlaku angkuh menghentikan proses rekonsiliasi antara Mesir dan PLO yang dilakukan Mahmoud Abbas,  seraya menuduh Mesir dan Arab Saudi tengah berupaya memperpanjang masa jabatan presiden Abbas hingga 2010. Hamas tak menutupi keinginan mengganti jabatan Abbas yang akan berakhir tanggal 9 Januari ini.

Radikalisme Hamas tidak meniadakan sebuah tujuan politik –untuk mengubur solusi pendirian dua negara. Hasil amat kecil dari proses perdamaian Oslo dicermati Hamas sebagai pertanda yang konsisten bahwa kesepakatan Oslo telah gagal, karena Israel serta Amerika tak pernah menghormati  nasionalisme Palestina.

Namun, kalkulasi politik Hamas tak pernah jauh berbeda. Sebagai sebuah gerakan fundamentalis  Islam, Hamas melihat dirinya tengah terlibat dalam perjuangan pembebasan seluruh Palestina.

Gerakan yang suka menyerempet bahaya biasanya irasional, ini yang terjadi pada Israel tahun 2006 ketika hendak menghancurkan Hisbullah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah negara, pejabat militer membela tujuan ini dan para penganjur jalan kekerasan garis keras, hawkish, memberi pembenaran pada rapat-rapat kabinet. Keinginan Israel menginvasi Gaza, berdasar analisa, juga memiliki kesamaan langkah.  Dalam hal ini, Menteri Pertahanan Ehud Barak, pimpinan Partai Buruh, barangkali sudah siap membayar harga sikap politiknya dalam  pemilu dan  menerima sebuah tatanan keamanan baru dengan cara memerangi Hamas.

Invasi terhadap wilayah kecil dan berpenduduk padat membuat warga sipil dapat digunakan Hamas sebagai tameng manusia hidup secara sistematis untuk menunjukkan kekejaman militer Israel sebagai penjahat perang. Walau Israel telah gembar-gembor menyatakan tindakannya benar,  meski rejim Hamas selama ini menjadi sorotan komunitas internasional, hal ini tak akan  lama, saat liputan media mengupas korban sipil dan membawa Israel, bukan Hamas, sebagai sorotan opini dunia. Lebih jauh, re-okupasi Gaza akan mendorong  Israel bertanggungjawab penuh atas 1,5 juta penduduk Palestina yang dulu dikontrol Hamas.

Namun, meski Israel sudah siap membayar harga kutukan dunia internasional, tidak jelas apa arti sukses di sini. Apakah menggulingkan rejim Hamas adalah sebuah pilihan realistis?

Gaji UMR Mahal, Restoran di New York Pekerjakan Warga Filipina Jadi Kasir Virtual Lewat Zoom

Pemerintahan Ismail Haniyeh barangkali tumbang, namun pengaruh Hamas ke organisasi penduduk Palestina akan tetap kokoh. Dan, meski berada di bawah pendudukan baru, dengan pengerahan divisi tentara Israel ke jalur Gaza, misil Qassam tetap meluncur –sebuah hukuman paling memalukan bagi sang agresor.

Dan, akhirnya, setelah sebuah mortir ditunda karena menghormati proses perdamaian, pemakaman di Israel dan di Gaza dibuka lagi untuk  jasad baru korban, barulah Israel akan berunding untuk melakukan gencatan senjata dengan…. Hamas.

Shlomo Ben Ami adalah mantan Menteri Luar Negeri Israel sekarang menjadi Wakil Presiden  Toledo International Centre for Peace. Ia juga menulis buku  Scars of War, Wounds of Peace: The Israeli-Arab Tragedy. Copyright: Project Syndicate, 2008

Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong

Pengakuan Shin Tae-yong Usai Timnas Indonesia U-23 Dikalahkan Irak

Timnas Indonesia U-23 harus mengakui keunggulan Irak pada laga perebutan tempat ketiga Piala Asia U-23 2024. Shin Tae-yong akui hal ini terjadi dalam timnya.

img_title
VIVA.co.id
3 Mei 2024