Riri Riza: Nonton Film Asing Bisa Lebih Mahal

Jay Subijakto (kiri) bersama Sutradara Film, Riri Riza
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVAnews - Motion Picture Association (MPA) telah memutuskan untuk menarik seluruh film Hollywood dari bioskop-bioskop Indonesia sejak Kamis, 17 Februari 2011. Namun, penarikan film asing tersebut tidak dipandang sebagai masalah besar oleh sutradara kawakan Riri Riza.

Ditemui dalam kunjungannya sebagai rangkaian pendirian rumah budaya ke Makassar, Riri menegaskan, bahwa masalah penarikan film tersebut hanya karena urusan dagang semata. "Ini hanya 'masuk angin', nanti juga akan beres. Hal seperti ini sudah pernah terjadi," kata Riri Riza, Minggu, 20 Februari 2011.

Menurut Riri, rencana menaikkan pajak merupakan keinginan lama sebagian sineas film Indonesia terutama dari organisasi-organisasi film. Sebab, organisasi-organisasi film tersebut menganggap ada ketidakadilan antara pajak yang dibebankan pada film nasional dengan film-film asing. Ketika film-film impor ditarik, maka itu adalah salah satu konsekuensi semata.

Namun, ia memprediksi, penarikan film-film Hollywood, jika memang berdampak jangka panjang, juga akan mempengaruhi film-film nasional. Pengaruhnya, kata sutradara kelahiran Makassar ini, ada yang positif dan negatif.

“Ini membuka peluang semakin luasnya kesempatan tayang untuk film-film Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, maka film Indonesia bisa mengambil kesempatan membuat film dengan kualitas bagus dengan harga yang bersaing dari film impor,” tuturnya.

Sebaliknya, jika film-film asing tersebut ditarik, maka Indonesia akan menjadi negara tertutup dalam industri film internasional. Untuk jangka panjang, menurut Riri, hal itu kemungkinan akan berdampak negatif, meski ada upaya lain yakni dengan membeli VCD dan DVD untuk menonton secara terbatas.

Lebih jauh, ia mengatakan, kebijakan pemerintah Indonesia terkait film memang agak rancu. Sebab, harga karcis untuk film nasional dengan film asing relatif sama. Padahal, biaya produksi untuk film Indonesia hanya Rp1 miliar, sementara itu, film impor yang diputar di studio lainnya menghabiskan Rp200 miliar.

Menurut Riri, penetapan pajak merupakan hal yang wajar karena itu menyangkut kegiatan ekonomi. Hal itu juga tidak ada masalah jika dilihat dari sisi keadilannya.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

“Konsekuensinya nanti kalau mau nonton film asing bayarnya tiga kali lebih mahal. Jadi, kalau mau nonton film asing Rp150 ribu, film nasional Rp50 ribu, atau sesuai harga sekarang. Kan tidak apa-apa sebenarnya dan biarkan saja film asing kena pajak,” ujarnya.

Upaya menarik film asing tersebut diduga terkait keluarnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Surat edaran tersebut di antaranya menyebutkan pemasukan film impor merupakan kegiatan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud, berupa hasil karya sinematografi yang merupakan hak kekayaan intelektual yang disimpan dalam media, baik berupa roll film ataupun media penyimpanan yang lain, dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN terutang adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.

Meski demikian, dalam surat edaran itu juga dijelaskan, pada saat pemasukan film impor telah dipungut pajak pertambahan nilai impor. Oleh karena itu, dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN yang terutang atas pemanfaatan film impor yang terutang pada saat pemasukan film tersebut adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar, dikurangi dengan nilai impor.

5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Adapun atas pembayaran royalti film impor sebagai hasil peredaran film di dalam daerah pabean terutang PPN dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.

Sementara itu, untuk pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sehubungan dengan penggunaan hak cipta atas film impor dengan persyaratan tertentu, maka atas penghasilan yang dibayarkan ke luar negeri tersebut termasuk dalam pengertian royalti yang dipotong PPh pasal 26 oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 20 persen dari jumlah bruto atau sesuai tarif yang diatur dalam persetujuan penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan negara mitra.

Namun, apabila atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian film impor tersebut seluruh hak cipta -- termasuk hak edar di negara lain-- telah berpindah tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari, atau diberikan hal menggunakan hak cipta tanpa hak untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya, maka atas penghasilan yang dibayarkan ke luar negeri tersebut tidak termasuk dalam pengertian royalti yang dipotong PPh pasal 26. (art)

Laporan: Rahmat Zeena - Makassar

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya