- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini merupakan kondisi sesaat. Sebab, investor dunia sedang panik menghadapi ketidakpastian ekonomi di beberapa negara maju.
"Ya, mudah-mudahan ini kondisi sesaat, karena investor dunia sedang panik menghadapi ketidakpastian ekonomi di beberapa negara maju," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat ditemui di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu 21 September 2011.
Namun, Bambang menekankan, jika kondisi Eropa melemah, Indonesia sebaiknya harus menunjukkan fundamental ekonomi yang kuat. "Ya, yang paling penting kita harus menunjukkan bahwa fundamental ekonomi kita kuat," ujarnya.
Dia juga menuturkan, misalnya rupiah melemah terus dan kembali mencapai level Rp9.000 itu tak perlu dikhawatirkan. Sebab, sebelumnya rupiah pernah menembus level itu.
Menurut Bambang, melemahnya rupiah ini masih sulit ditebak dampaknya kepada laju perekonomian Indonesia. "Ya, susah ditebak. Sebab, ini sudah masuk pada ketidakpastian investor. Kita susah tebak, karena tergantung bagaimana sentimen dari ekonomi globalnya sendiri," katanya.
Ia melanjutkan, begitu pula akibat dampak melemahnya rupiah tersebut terhadap anggaran belanja negara. Sebab, pelemahan itu masih dalam hitungan hari.
"Jadi, belum dong. Ini kan kondisi sehari dan kita kan mengambilnya rata-rata setahun. Rata-rata setahun kita dulu kalau tidak salah sih APBN-P Rp8.800. Tentunya, dengan rupiah saat ini di kisaran Rp8.500-8600 masih dalam jangkauan. Paling tidak, kita melihat sampai akhir tahun," ujarnya.
Bagi Bambang, melemahnya rupiah saat ini merupakan salah satu dinamika pasar dan diharapkan Bank Indonesia terus memantau permasalahan tersebut. "Ini merupakan salah satu dinamika pasar dan tentunya BI akan terus memantau," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan BI. "Artinya, apa yang BI lakukan agar diinformasikan kepada kita. Demikian juga kita melaporkan apa yang terjadi di pasar saham, di pasar surat utang. Mereka melaporkan yang terjadi di pasar uang," tutur Bambang.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan pelemahan rupiah akibat sentimen negatif ekonomi global yang dipicu kekhawatiran memburuknya penangan krisis di Eropa. Dalam kondisi itu, Bank Indonesia mencatat beberapa investor asing strategis justru menuju Indonesia.
Memang, menurut Hartadi, kondisi itu memberikan tekanan keluarnya investor asing jangka pendek dan melakukan aksi ambil untung. Namun, untuk investor stragis, mereka masih memilih menempatkan dananya di Indonesia karena prospek ke depan yang baik.
"BI bahkan menandai masuknya beberapa investor strategis baru ke pasar keuangan Indonesia," ujarnya kepada VIVAnews.com.