Sumber :
- REUTERS/ Shaam News Network/ Handout
VIVAnews –
Pada 55 tahun lalu, Mesir dan Suriah melebur menjadi suatu aliansi negara Arab bersatu. Situasi itu berlangsung saat Presiden Suriah, Shukri al-Kuwatli, dan Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser, menandatangani pakta pendirian Republik Persatuan Arab (RPA).
Menurut stasiun berita
BBC
, bergabungnya Suriah dengan Mesir menandai puncak keberhasilan diplomasi Nasser di dunia Arab. Nasser telah tampil sebagai tokoh terkemuka di kalangan bangsa Arab sejak berhasil memenangi perang Suez melawan Inggris dan Israel pada tahun 1956.
Sejak saat itu, sikap politik Nasser menjadi panutan banyak pemerintahan dan oposisi di negara-negara Arab. Banyak rakyat Arab yang mengidolakan Nasser dan mendesak pemerintahnya untuk bersatu dan maju bersama Mesir.
Sentimen pro-Nasser sangat kuat berkibar di kalangan rakyat Suriah. Alhasil, sejak berakhirnya perang Suez, beberapa tokoh politik Suriah, terutama dari Partai Baath yang berkuasa, mulai mendekati Nasser untuk menjajagi persatuan kedua negara.
Persatuan dengan Mesir diharapkan akan meningkatkan popularitas Partai Baath di kalangan rakyat sehingga akan mengurangi pengaruh partai komunis Suriah yang tengah naik daun.
Sementara kalangan bisnis Suriah berharap berdirinya RPA memberikan akses kepada mereka untuk menggarap pasar Mesir yang potensial. Sayangnya, alih-alih mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi dari persatuan dengan Mesir, kalangan elit dan rakyat Suriah malah menjadi subordinasi di bawah dominasi Mesir.
Tunggu Majelis Syuro, PKS Akan Tentukan Ikut Koalisi atau jadi Oposisi Lagi
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, sudah 10 tahun menjadi partai oposisi atau di luar pemerintahan. Semenjak Joko Widodo, menjadi Presiden. Apakah berlanjut di 2024 ini?
VIVA.co.id
27 April 2024
Baca Juga :