Gusnaldi dan The Power of Make-up

Gusnaldi
Sumber :
  • Dok. Pribadi Gusnaldi

VIVAlife – Lelaki itu dengan khidmat menyapukan kuas ke wajah seorang model perempuan. Dia begitu terampil memegang kuas, menyapu krim, dan juga riasan aneka warna.  Dia mulai dari mata, alis, lalu turun ke bibir.  Warna-warni itu kian membuat wajah molek itu bercahaya.

Deretan Negara Ini Ternyata Tidak Miliki Masjid, Ada Negara Tak Terduga!

Gusnaldi,  lelaki tukang rias itu,  lalu menatap setiap detil riasan. Dia lalu menyeimbangkan warna di atas kelopak mata, dan juga riasan di bagian kening.  Setengah jam kemudian, baru dia meletakkan kuasnya.  Di cermin, wajah perempuan itu kini bertambah jelita. Gusnaldi tersenyum lebar. Dia puas.

Kekuatan make-up. Dua kata ini dipahami betul oleh Gusnaldi. Selama lebih 15 tahun lelaki itu menekuni profesi make-up artist.  Dia kian lihai “melukis” wajah perempuan. Dari wajah biasa-biasa saja, menjelma bak artis ternama.

Ngeri, Kuburan Massal Kembali Ditemukan Berisi 210 Mayat di Gaza Palestina

"Make-up bisa menyempurnakan ketidaksempurnaan wajah seseorang," ujar pria kelahiran 25 Desember 1974 ini kepada VIVAlife.

Gusnaldi tak ingin menyimpan sendiri ilmu mempercantik wajah itu. Ia menuangkan dahsyatnya kekuatan make-up lewat buku bertajuk The Power of Make-up pada 2003. Menggandeng artis-artis ternama  seperti Dewi Sandra dan Luna Maya sebagai model, buku ini laris di pasaran, dan beberapa kali dicetak ulang.

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Yandri: Jangan Provokasi Rakyat Lagi

Dalam buku itu, Gusnaldi berhasil mengecoh pembaca lewat tampilan wajah Rachel Maryam yang menyerupai penyanyi ternama Amerika Serikat. 

“Secara visual, saya bisa mengubah orang seperti Rachel Maryam mirip Alicia Keys. Ada teknik-tekniknya,” ucapnya.

Tak lama setelah diterbitkan di Indonesia, buku The Power of Make-up menarik perhatian salah satu institusi di Malaysia. Mereka mencetak buku itu dalam Bahasa Melayu, dan dipasarkan di Negeri Jiran. Saat itu, bisa dikatakan The Power of Make-up adalah buku make-up pertama di Asia yang dihasilkan seorang make-up artist.

Sempat jadi atlet

Kekuatan make-up tak hanya mengubah wajah orang-orang yang diriasnya. Ia juga  mengubah kehidupan Gusnaldi sendiri. Dulu, profesi sebagai make-up artist tak pernah terbayangkan dalam benak pria peraih The Best Make-Up Artist 2000 ini.

Gusnaldi remaja justru lebih tertarik dunia olahraga. Dia suka bulu tangkis. Pria asal Bukittinggi itu bahkan sempat mewakili Indonesia dalam ajang Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Yunior. Namun, prestasi yang diraih kala itu tak cukup membuat Gusnaldi setia pada profesinya sebagai atlet. Ia hengkang. Katanya, dunia olahraga tak terlalu menjanjikan bagi hidup.

Lepas dari dunia olahraga, Gusnaldi bekerja serabutan. Dia pernah menjadi pegawai pada koperasi karyawan sebuah kantor pemerintah. Dia juga sempat tes masuk Akademi Kepolisian. Dia juga ingin sekolah lebih tinggi, dan ikut tes penerimaan mahasiswa baru (Sipenmaru saat itu).

Namun takdir berkata lain. Dari sekadar iseng mendaftar di sebuah lembaga kecantikan di Jakarta, langkah Gusnaldi di dunia make-up dimulai.  Setelah kursus selama dua bulan ia ditawari magang di salah satu perusahaan kosmetik terbesar di Tanah Air. Di sana, ia digembleng habis-habisan.

”Kalau saya ingin menyerah saat itu, saya bisa saja berhenti saat itu juga. Tapi saya malah membulatkan tekad terus terjun dalam dunia ini. Saya ingin menunjukkan saya bisa,” ujar pria yang mengidolakan make-up artist Sally Rutten ini.

Satu setengah tahun bergabung, ia merasa punya bekal keahlian yang cukup. Bersama temannya, Gusnaldi memutuskan membuka salon sendiri. Tidak mengkhususkan diri sebagai make-up artist, tapi lebih melayani berbagai kalangan.

Tak dinyana, salon itu digandrungi masyarakat dan mulai dilirik banyak media. Ini membuat Gusnaldi akhirnya mantap bersolo karier, dan membuka salon dengan namanya sendiri. Kini, ia punya dua salon. Satu di Jalan Wijaya, lainnya di Kelapa Gading. Pelanggan tetapnya pun bervariasi, mulai dari ibu rumah tangga hingga artis.

“Orang mulai mencintai dunia kecantikan. Itu pengakuan dari masyarakat bahwa dunia kecantikan bisa menjanjikan masa depan bagi mereka yang serius dan fokus,” ujar pria yang lebih senang merias wajah orang awam itu.

Karakter wajah

Berkarier sebagai make-up artist lebih dari satu dekade membawa Gusnaldi pada banyak pengalaman menarik. Salah satunya, ia melihat kecenderungan wanita Indonesia berdandan dengan make-up lebih tebal.

“Di Indonesia masih kurang pede kalau tidak make-up tebal. Sementara di luar negeri justru artis menggunakan make-up ringan. Kalau make-up di bagian mata gelap, di sisi lain ia tampilkan ringan,” ujar pria yang pernah merias supermodel dunia Linda Evangelista ini.

Pesohor dunia, ujar Gusnaldi, sudah sangat mengerti tentang fashion make-up. Itu sebabnya, mereka sangat mempercayakan wajah pada sang make-up artist untuk diubah agar tak tampil membosankan.

Namun, kepercayaan ini tentu hanya bisa diperoleh berkat kepiawaian. Soalnya, tak sedikit make-up artist yang kerap melakukan kesalahan. Salah satu sebabnya karena mereka gagal membaca karakter wajah orang.  “Itu kesalahan fatal,” katanya.

Mungkin karena studinya mendalami karakter wajah manusia, ada banyak orang ingin diriasnya. Dia, misalnya, sangat ingin memoles wajah artis Meriam Bellina. Bagi Gusnaldi, artis era 1990-an itu adalah orang yang sangat menginspirasinya.

“Dia itu adalah sumber ketertarikan saya ke dunia film, dunia akting. Meski saya tidak bermain akting, saya tertarik dengan dunia itu,” ucapnya.

Yang jelas, Gusnaldi terus menggali ilmu tentang make-up.  Dia tak hanya berpatok pada pengetahuan dalam negeri,  tapi juga memperkaya informasi seputar make-up dari mancanegara. Dia sepertinya paham,  dalam soal ilmu, di atas langit masih ada langit.

“Orang naik itu gampang. Tapi mempertahankan di atas itu sulit,” ujar  Gusnaldi. (np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya