Sumber :
- ANTARA FOTO/Dwi Agus Setiawan
VIVAnews
- Terusirnya Umat Syiah di Sampang, Madura, dari tanah kelahirannya akibat konflik sosial berujung SARA, menunjukkan peran negara dalam menghentikan intoleransi beragama sangat lemah.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y Thohari, Rabu 26 Juni 2013, mengatakan, konflik yang tak kunjung usai ini menjadi bukti bahwa negara ini sangat lemah. Sehingga, fungsi negara untuk melindungi seluruh bangsa tidak ada.
Baca Juga :
Geser Rigen, Juragan 99 Kini Jadi Penawar Tertinggi Vespa Babe Cabita Senilai Rp150 Juta
“Alasan memindahkan para penganut Syiah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diindahkan seperti pembantaian. Seharusnya pemerintah memberikan hukuman kepada kelompok besar yang berbuat anarkis tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan, hal itu menunjukkan kelemahan dari negara yang harusnya melindungi rakyatnya tanpa membeda-bedakan mayoritas atau minoritas.
"Kalahnya negara dari tindak anarki kelompok besar, kalah dari preman, kalah dari terorisme, karena negara sangat lemah dan harus menjadikan kepedulian bersama agar negara kuat tapi tidak terlalu kuat. Inilah nikmatnya demokrasi,” tutur dia.
Menurutnya, dalam kondisi yang lemah dan tidak dapat menjalankan fungsi sebagai eksekutor, maka pemerintah seharusnya melakukan dialog kepada seluruh warga. Cara ini akan menjadi penguatan negara dengan tidak membiarkan adanya konflik beragama seperti yang terjadi di Sampang.
Meski begitu, kata Hajriyanto, negara yang kuat bukanlah negara yang otoritarian. “Harus ada keseimbangan antara negara dan masyarakatnya. Jika masyarakat yang kuat maka akan terjadi anarki."
Hajriyanto berharap umat Islam juga harus menegakkan konstitusi yang salah satu isinya menyebutkan, setiap warga Indonesia berhak tinggal di wilayah manapun di Indonesia, pindah dan juga kembali ke daerah tersebut.
“Saya berharap umat islam juga terlibat dalam pembangunan proses integrasi bangsa yang belum selesai. Seperti masih adanya anggapan mayoritas dan minoritas. Bahkan tidak ada istilah pendatang dan pribumi,” katanya.
)
(umi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Ia menambahkan, hal itu menunjukkan kelemahan dari negara yang harusnya melindungi rakyatnya tanpa membeda-bedakan mayoritas atau minoritas.