Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
- Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, Rabu 21 Agustus 2013, mengungkapkan tingginya impor bahan pangan baku dan pangan sebagai penyebab defisit transaksi berjalan sudah berada pada taraf memprihatinkan. Defisit transaksi berjalan ini menekan nilai tukar rupiah.
Pemerintah diharapkan membuat terobosan kebijakan yang dapat memperbaiki neraca perdagangan.
"Sekarang masalahnya bukan hanya sentimen, tapi lebih ke struktural. Ketahanan pangan kita rapuh, impor terus meningkat," ujar Destry kepada
VIVAnews
di Jakarta.
Pelemahan rupiah kali ini, menurut Destry, memang terbilang cukup dalam. Berdasarkan data PT Bank Central Asia kurs rupiah diperdagangankan di level Rp11.200/dollar sementara PT Bank BNI mematok rupiah di level Rp11.095/dollar.
Bank Indonesia sebagai bank sentral diharapkan tidak gegabah dalam melakukan intervensi. Karena dikhawatirkan akan menggerus cadangan devisa.
"Kalau masalah struktural, BI tidak bisa terus lakukan intervensi. Karena justru cadangan kita akan semakin habis," kata Destry.
Menurut Destry, sebaiknya bank sentral memberikan kesempatan kepada mekanisme pasar agar rupiah menemukan keseimbangan barunya.
"BI dan pemerintah harus realistis tidak bisa mengekang rupiah, pergerakan rupiah lebih ke supply dan demand-nya," kata Destry.
Destry menjelaskan, di negara lain yang karakternya sama dengan Indonesia sebagai negara berkembang, seperti India dan Brazil, juga mengalami masalah defisit transaksi berjalan meski pertumbuhan ekonomi mereka tinggi. "Masalahnya hampir sama, makanya investor lokal juga jangan ikutan panik," katanya.
Kisah Karyawan Teladan Tesla, Dedikasi Tinggi Berujung Dipecat
Perusahaan Tesla baru-baru ini mengumumkan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap lebih dari 14.000 karyawan, jumlah tersebut 10 persen dari total tenaga kerja mereka
VIVA.co.id
28 April 2024
Baca Juga :