Sumber :
- kejaksaan.go.id
VIVAnews -
Suhadi, Ketua Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp369 miliar, Sudjiono Timan angkat bicara terkait putusannya yang dinilai kontroversial. Suhadi yakin tidak ada kejanggalan dalam penanganan perkara mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) itu.
Keputusan mendasar yang paling disorot dalam penanganan PK kasus Sudjiono adalah Surat Edaran MA (SEMA) yang mengatur bahwa pengadilan diminta menolak atau tidak melayani penasihat hukum yang menerima kuasa dari terdakwa/terpidana yang tidak hadir (in absentia) tanpa kecuali.
Baca Juga :
Viral! Turis AS Kagum dengan Stasiun dan KRL Jakarta, Sebut Lebih Baik Dibandingkan Subway New York
Istri Sudjiono mengajukan PK itu berdasarkan aturan yang tercantum dalam KUHAP bahwa pihak yang bisa mengajukan PK adalah terdakwa/terpidana atau ahli waris. "Oleh majelis, istri dianggap ahli waris," kata Suhadi.
Perbuatan melawan hukum materil
Selanjutnya yang menjadi pertimbangan majelis adalah perbuatan melawan hukum (PMH) secara materil yang dilakukan Sudjiono dalam perkara ini. Di tingkat kasasi, Desember 2004, Sudjiono divonis 15 tahun penjara karena melakukan perbuatan hukum materil, yaitu melanggar kepatutan jabatan sebagai direktur utama. Artinya, Sudjiono divonis bukan karena melanggar undang-undang.
Kemudian, ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menilai penerapan PMH secara materil itu bisa melanggar kepatutan dan ketidakhati-hatian. Oleh karena itu, MK menganggap PMH secara materil tidak boleh digunakan karena melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
"Itu yang menjadi salah satu pertimbangan majelis PK," ujarnya. Dalam hal ini, majelis tingkat PK, sependapat dengan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan perkara ini adalah perdata dan bukan tindak pidana.
Meski dikategorikan perdata, tapi majelis kasasi menganggap pengeluaran kreditnya terlalu besar dan tidak sesuai dengan kepatutan. "Jadi juga tidak salah putusan kasasi itu, cuma karena ada perubahan Undang-undang. Nah, itu pilihannya menguntungkan bagi terdakwa," terangnya. (umi)
Halaman Selanjutnya
Perbuatan melawan hukum materil