Lagi, Kekerasan Intoleran Terjadi di Yogyakarta

solidaritas anti kekerasan
Sumber :
  • ANTARA/Regina Safri
VIVAnews - Setelah kasus kekerasan menimpa jemaat katolik yang sedang menjalankan doa rosario di rumah Julius pada Kamis 29 Mei 2014 malam, kini tindakan intoleran juga dilakukan sekelompok orang yang menggunakan penutup wajah. Mereka merusak sebuah bangunan yang biasa digunakan oleh umat kristen untuk menggelar kebaktian. 
Politisi Demokrat Debby Kurniawan Daftar Jadi Bacabup Lamongan ke PKB, Ini Alasannya

Bangunan yang dirusak tersebut milik pendeta berinisial NL yang beralamat di Dusun Pangukan, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, DIY. 
PPP Bakal Gelar Rapimnas Tentukan Arah Politik, Berani Gak jadi Oposisi Prabowo?

Informasi yang dikumpulkan kejadian kekerasan yang bernuasa Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) ini ini berawal ketika NL dan sejumlah jemaatnya menjalankan ibadah di bangunan itu pada Minggu pagi, 1 Juni 2014 sekitar pukul 08.30 WIB. Sekitar setengah jam kemudian, belasan warga sekitar datang untuk memprotes kegiatan itu. 
Komang Teguh Ditawari Beasiswa S2 ITB STIKOM Bali

"Warga tidak terima bangunan itu dijadikan tempat ibadah kembali karena pada tahun 2012 telah disegel oleh pemerintah Kabupaten Sleman," kata Darojat (34) salah satu saksi. 

Diprotes oleh warga maka para jemaat selanjutnya meninggalkan bangunan tersebut. Namun sekitar pukul 11.30 WIB puluhan masa dengan menggunakan penutup wajah datang dan langsung melakukan pelemparan bangunan yang digunakan untuk kebaktian tersebut. 

"Terdengar azan dzuhur maka aksi pelemparan berhenti dan masa membubarkan diri. Namun sekitar 1 jam masa datang dalam jumlah yang lebih banyak dan kembali melempari bangunan dan memukuli bangunan itu dengan palu," jelasnya. 

Menurut saksi mata,warga protes karena bangunan itu tidak mendapat izin sebagai tempat ibadah gereja. "Sejak tahun 2012, bangunan itu juga disegel oleh Pemerintah Kabupaten Sleman," kata Darojat. 

Bahkan kata Darojat, rumah milik NL juga tak luput dari perusakan oleh masa yang menggunakan penutup kepala. Sayangnya, polisi serta TNI yang bertugas tak bisa berbuat banyak. 

"Kalau puluhan massa yang datang menggunakan penutup kepala bukan warga Pangukan sendiri. Mereka datang dari luar kampung," bebernya. 

Bupati Sleman turut meninjau lokasi bangunan yang dirusak oleh kelompok menggunakan penutup wajah tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya