Laju Penguatan Rupiah Diharapkan Tak Terlalu Cepat

Uang rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
- Penguatan nilai tukar rupiah pasca penyelenggaraan pemungutan suara Pemilihan Presiden pada Rabu 9 Juli 2014, ditengarai karena didukung sentimen positif pasar terhadap hasil hitung cepat atau
quick count.
Hasil hitung cepat itu
sebagian menunjukkan keunggulan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.


"Penguatan rupiah di antaranya karena sesuai ekspektasi kemenangan Jokowi-JK," ujar Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, kepada
VIVAnews,
Jumat 11 Juli 2014.


Ia menambahkan, penguatan rupiah terhadap dolar AS ini bernilai positif bagi pelaku industri. Terutama, industri makanan dan minuman yang mengimpor bahan baku.

Di Rakernas, PDIP Siapkan Langkah Strategis Pasca Pemilu 2024

Namun, laju penguatan rupiah juga diharapkan tidak terlalu meningkat drastis.
Ratusan Polisi Kawal Tabligh Akbar Ustaz Abdul Somad di Lombok

"Penguatannya jangan terlalu cepat. Ini untuk menjaga ekspor," kata dia.
Dewas KPK Ungkap Penyalahgunaan Wewenang Nurul Ghufron: Diminta Mutasi PNS Kementan ke Jawa


Sebab, ia melanjutkan, penguatan nilai tukar rupiah berpotensi menurunkan kinerja ekspor. "Yang penting, setelah menguat bisa stabil. Kisarannya Rp10.500-11.300 per dolar AS masih
oke
," kata dia.


Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang dirilis oleh Bank Indonesia, posisi rupiah menguat menjelang pemungutan suara Pilpres.


Bank sentral mematok level perdagangan Rp11.695 per dolar AS, Selasa 8 Juli 2014, atau menguat dibanding level Rp11.787 pada sehari sebelumnya.


Kemudian, sehari setelah pemungutan suara Pilpres, Kamis 10 Juli 2014, rupiah kembali menguat ke level perdagangan Rp11.549 per dolar AS.


Adapun posisi rupiah saat ini, Jumat 11 Juli 2014, melemah ke level perdagangan Rp11.627 per dolar AS.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya