Putusan MK Bisa Mengejutkan

Sidang Lanjutan Sengketa Pilpres di MK
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso, Rabu 20 Agustus 2014, mengimbau semua pihak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilihan Presiden yang akan dibacakan besok.


Dia menyarankan agar kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memasrahkan putusan itu kepada sembilan hakim MK. Hakim MK, kata dia, akan memutus perkara itu dengan adil, independen, dan mengutamakan kepentingan nasional.


"Suka atau tidak suka, lelah atau tidak lelah, keputusan MK itu harus kita hormati," kata Priyo di Gedung DPR, Jakarta.
Shin Tae-yong: Marselino Ferdinan Ada Salah, Saya Minta Maaf ke Masyarakat Indonesia


Raup Laba Bersih Rp474 Miliar pada 2023, BRI Insurance Bagikan Dividen Rp 118 Miliar
Sebagai 'malaikat keadilan', Priyo percaya hakim MK akan bersikap negarawan dan memutuskan yang terbaik. Politisi Partai Golkar itu meyakini situasi Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia akan kondusif.

Ombudsman: Bunga Investasi yang Sangat Tinggi Itu 99,9 Persen Penipuan

"Saya kira besok tetap kondusif karena laporan dari pihak keamanan menyampaikan kalau situasi Jakarta dan koto-kota lain cukup kondusif. Kami berharap baik-baik saja," ujarnya.


Terkait arah koalisi Golkar, Priyo tidak mau berandai-andai. Sebab, putusan MK juga belum dibacakan. "Kami belum tahu. Saya tidak mau berandai-andai soal besok. Segala sesuatu bisa terjadi. Bisa mengejutkan, bisa biasa-biasa saja. Apapun putusan MK, kita mesti terbiasa menerima," kata dia.


Sandingkan data

Menanggapi putusan besok, Peneliti Flobamora Institute Alfons Loemau mengatakan, dalam sengketa ini adanya celah atau peluang melakukan kecurangan dalam penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dapat saja terjadi. Mulai dari peluang teknis, kesalahan menulis angka, kolom, dan baris.


Namun selama proses penghitungan suara di TPS-TPS, ada petugas kepolisian yang ikut memantau dengan cara mengabadikan hasil penghitungan suara. Alfons berpendapat, dalam persidangan seharusnya MK meminta data dan keterangan Polri.


"Itu dilakukan untuk dicocokkan dengan data rekapitulasi suara Pilpres. Sandingkan angka di TPS dicatat oleh polisi, jumlah dapat berapa orang, yang pilih A dan B berapa orang," ujar Alfons dalam diskusi bertema 'Tantangan Profesionalitas Pembuktian Pemilu yang Jurdil Luber' di kantor hukum 74, Jakarta.


Menurut dia, data yang dimiliki Polri memiliki kekuatan sebagai bukti hasil rekapitulasi suara yang dimenangkan Jokowi-Jusuf Kalla. "Nanti akan ketemu, pembuktian dalam rangka kepastian hukum yaitu sebuah alat bukti."


Alfons menyayangkan hal itu tak terjadi dalam sengketa Pilpres. Dokumen atau bukti di Polri sebagai aparat keamanan tidak diangkat oleh MK. (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya