- VIVAlife/Tasya Paramitha
VIVAnews - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, Kamis 28 Agustus 2014, menyatakan bahwa akses pembiayaan perbankan kepada industri kreatif saat ini masih minim. Banyak perbankan takut memberikan kredit bagi industri kreatif, khususnya di bidang seni dan perfilman.
Menurut Mari, pemilik usaha kerajinan tangan relatif lebih mudah mendapatkan bantuan pembiayaan dari perbangkan ketimbang pelaku usaha kreatif di bidang seni.
"Untuk model industri kreatif di bidang seni, animasi, dan perfilman, akses pembiayaanya agak susah, karena tidak keliatan potensinya, kita kan tidak pernah tahu laku apa tidak filmnya. Kalau handycraft lebih mudah," ujar Mari
di hadapan para bankir, petinggi Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia, dalam acara Indonesia Banking Expo (IBEX) 2014, Jakarta.
Dari sisi regulasi, ia melanjutkan, OJK dan Bank Indonesia juga belum mempunyai regulasi khusus untuk mengkasifikasikan industri kreatif sebagai sektor yang bankable (memenuhi syarat perbankan). Sehingga, dapat lebih mudah mendapat pembiayaan bank.
"Saya baru punya satu contoh bank itu, NISP yang biayai satu film, itu juga yang dijamin bukan filmnya, tetapi yang lain," kata dia.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, menambahkan bahwa pembiayaan perbankan pada intinya bisa digunakan apabila usaha yang dilakukan jelas.
Menurut Sigit, harus ada konsensus pemerintah untuk menetapkan industri kreatif di segala bidang dapat harus dipermudah akses keuangannya.
Perbankan, menurut Sigit, sulit menilai kelayakan pembiayaan industri perfilman di Indonesia.
"Karena, kami tidak tahu pasti. Kalau Hollywood, itu kan misalkan film seri satu sukses, seri kedua itu pasti dibiayai. Kalau di sana, pasti setiap film ada support bank. Makanya harus dicari soliusinya, sehingga perbankan bisa membiayai industri unggulan ke depanya," kata Sigit. (asp)