Soal Cara Naikkan BBM, Ekonom RBS Sarankan Indonesia Tiru India
Selasa, 16 September 2014 - 16:18 WIB
Sumber :
- Reuters/Jitendra Prakash
VIVAnews
- Kepala Ekonom Asia Tenggara The Royal Bank of Scotland (RBS), Vaninder Singh, mengatakan mendapat banyak pertanyaan dari klien mereka, apakah Presiden Terpilih Joko Widodo berani menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Bank asing ini meyakinkan para investor yang rata-rata dari luar negeri itu, bahwa pemimpin baru Indonesia bisa menjalankan reformasi struktural tersebut pada awal 2015.
Singh optimistis Jokowi akan mengurangi beban subsidi, walaupun mungkin bukan tahun ini. Masalahnya, kini terletak pada bagaimana cara kebijakan tidak populer itu dijalankan.
Baca Juga :
Top Trending : Aksi Turis Bali Ceburkan Motor ke Kolam Renang hingga Marselino Jadi Tumbal
Subsidi BBM jadi ujian pertama Jokowi
Menurutnya, penyehatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang terbebani subsidi BBM akan jadi ujian pertama Jokowi di awal masa pemerintahannya.
Terutama bagi investor asing yang hendak menanamkan modal di Indonesia, karena mereka khawatir melihat defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan akibat besarnya subsidi energi.
Singh menjelaskan, karakteristik Indonesia yang luas dan padat penduduk di beberapa wilayah, menjadikan sistem bantuan langsung tunai mungkin akan tetap diperlukan.
Menurutnya, hal itu agar jumlah penerima bantuan tidak terlalu besar, maka kenaikan bertahap harga BBM subsidi akan membantu pemerintah.
“Karena secara kalkulasi, bisa diperkirakan, misalnya dalam kenaikan (harga) pertama, berapa jumlah penerima bantuan kartu jaminan sosial. Tidak perlu anggaran yang terlalu besar,” ujarnya.
Selain itu, imbuh Singh, dengan adanya kenaikan bertahap dalam jangka waktu tertentu, maka inflasi akan terjaga sampai akhir 2015.
RBS memperkirakan Jokowi tidak akan langsung menaikkan harga BBM subsidi, selepas dilantik sampai akhir tahun nanti.
Kalaupun dia berkomitmen menaikkan harga BBM subsidi dan solar, maka kenaikannya maksimum hanya 10 persen.
Dia menilai, Indonesia membutuhkan kenaikan harga BBM hingga 20 persen, supaya APBN memiliki ruang untuk pembangunan infrastruktur.
Halaman Selanjutnya
Subsidi BBM jadi ujian pertama Jokowi