BUMN Diminta Kerja Sama dengan Freeport

Menteri Perindustrian Saleh Husin didampingi Menteri Sudirman Said dan Kepala Bappenas Sofyan Djalil di PT Freeport Indonesia, Timika, Papua
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id
PMA Tak Merata Akibat Kurang Listrik
- Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, PT Freeport membuka peluang kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta untuk pengadaan barang. 

Strategi Menteri Arcandra Targetkan PLTP 7.000 MW
Menurut dia, belanja Freeport per tahun mencapai sebesar US$1,9 miliar. Besaran tersebut dalam keadaan operasi belum maksimal. Pembelian barang-barang sekitar US$1,4 miliar, sisanya belanja jasa.

Wapres: Elektrifikasi RI Terendah di ASEAN
”Nah dari sejumlah BUMN yang datang sebetulnya mereka melihat peluang dan kesempatan besar karena dari seluruh belanja barang dan jasanya Freeport itu hanya Rp165 juta yang dibelanjakan melalui BUMN,” kata Sudirman seperti dilansir laman Kementerian ESDM, Senin, 21 September 2015.

Sudirman mengajak sejumlah BUMN dalam kunjungan kerjanya di PT Freeport untuk melihat secara langsung kegiatan penambangan untuk mencari peluang kerja sama.

"Padahal sebetulnya kita punya Krakatau Steel yang mempunyai baja. Kemudian, Pertamina yang mempunyai fuel maupun pelumas, punya PT Batubara Bukit Asam yang dapat menyediakan batubara, begitupun Pindad, yang bisa menyediakan alat-alat berat dan peledak bersama sama Dahana," ujarnya menambahkan.

Menurut Sudirman, lokal konten baru akan suistanble kalau kebijakannya didasari oleh transaksi business to business yang saling menguntungkan. Kalau membagi barang dan jasa membelinya pada penyedia lokal hanya karena taat pada peraturan itu biasanya kurang lestari karena dipaksakan. 

“Jadi yang penting adalah Freeport dapat menyediakan spek kemudian BUMN atau swasta silahkan bisa memenuhi spek itu kemudian harganya kompetitif dua duanya saling menguntungkan," ujarnya menjelaskan.

Ia mengatakan, saat ini kandungan lokal dalam negeri di PT Freeport yang barang sudah mencapai 70 persen kemudian yang jasa sudah lebih besar 90 persen lebih.

"Yang masih tergantung kepada impor adalah alat-alat berat sama komponen-komponen yang memang memerlukan teknologi tinggi tetapi selebihnya sudah dilakukan oleh penyedia barang di Indonesia baik dia sebagai agen, sebagai distributor maupun sebagai produsen."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya