Blokir Uber dan Grab, Babak Baru Kisruh Transportasi Online

Demo sopir taksi di depan Balai Kota, Jakarta, Senin, 14 Maret 2016.
Sumber :
  • TMC Polda Metro Jaya

VIVA.co.id – Pemerintah dianggap lamban dalam memenuhi aspirasi masyarakat terkait aplikasi transportasi yang dikeluhkan pengusaha angkutan. Padahal kasus yang sama pernah terjadi Desember lalu, yang mana saat itu Menhub sempat melarang aplikasi transportasi namun kemudian dianulir oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Nyerah karena COVID-19, Aplikasi Transportasi Online Pilih PHK Massal

Dikatakan pengamat IT dan Telekomunikasi dari Indotelko Forum Doni Ismanto, sikap lamban pemerintah ini dipastikan malah akan membiarkan rakyat saling bertarung. Bahkan sikap tersebut diyakini akan membuat konflik horizontal yang meruncing.

"Hal yang aneh meminta panel bersidang dulu. Jelas-jelas itu ada permintaan dari regulator sektoral, dalam hal ini Kemenhub, dan ada permintaan dari Pemprov DKI. Ini bisa dikatakan kejadian luar biasa," ujar Doni kepada VIVA.co.id, Senin 14 Maret 2016.

Grab 'Bakar Duit' Rp7 Triliun di Vietnam, Takut Disalip Gojek

Doni menilai, para pemain ride sharing itu bukanlah perusahaan ecek-ecek karena mereka didukung dana dari investor besar.  "Hal yang patut disayangkan adalah sejak kejadian Desember kenapa tak ada solusi yang jelas. Katanya mau, ubah Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Tak bisa sebagai regulator hanya membuat nyaman sebagian masyarakat, sementara yang lain susah. Regulator itu berdiri di semua pihak," ujar Doni.

Dia menganggap kasus hari ini merupakan drama babak selanjutnya setelah kejadian Desember lalu. Saat ini, Menhub Jonan telah mengeluarkan surat untuk meminta pemblokiran aplikasi transportasi. Bisa jadi, kata dia, Presiden akan memainkan perannya di titik terakhir, menganulir keputusan Menhub Jonan, seperti akhir tahun lalu.

Pesaing Gojek dan Grab Janji Tidak Menaikkan Tarif saat 'Rush Hour'

Ubah UU LLAJ

Dijelaskan Doni, sejak kejadian Desember lalu, seharusnya pemerintah memenuhi janjinya untuk melakukan perubahan terhadap UU LLAJ. Menurut dia, hal itu menjadi satu-satunya solusi bagi semua pihak terkait.

"Ubah UU LLAJ. Masukkan soal ridesharing. Di situ harus jelas service level agreement-nya. Hak dan kewajiban, baik driver maupun pengguna dan perusahaan. Juga standar safety," jelas dia.

Doni mengatakan, Kominfo bisa berperan besar dengan mengeluarkan peraturan menteri terkait pemain Over The Top (Permen OTT) dan memaksa pembentukan Badan Usaha Tetap agar menjadi Perusahaan Kena Pajak yang bisa dituntut kalau tidak memenuhi kewajiban.

"Masalah sektoral, ya di regulator teknis. Atur standar kendaraan, keamanan, atur juga skema pentarifan bagi tranportasi online, biar tak ada lagi perang tarif. Selama ini kan subsidi. Untuk mengurangi subsidi maka driver jadi korban. Sebenarnya posisi lemah dalam ridesharing, makanya harus dilindungi. Bikin aturan main," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya