Keputusan Pemeringkat S&P Pupuskan Harapan Investor

Ilustrasi bursa efek.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa saat ini para investor hanya berharap pada sentimen utama dari dalam negeri, terkait wacana pemberlakuan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), setelah Standard & Poor's (S&P) yang memberikan peringkat utang Indonesia di level di level BB+ memupuskan ekspektasi investor.

Forum Investor di Abu Dhabi, Menteri Sandiaga Beberkan Keuntungan Investrasi Parekraf di Indonesia

Direktur Utama BEI Tiro Sulistio mengungkapkan, keputusan Standard & Poor's tersebut telah memupuskan momentum kenaikan lanjutan pada indeks harga saham gabungan (IHSG). Karena, keputusan itu tidak sejalan dengan ekspektasi pasar yang mengharapkan peringkat investment grade bagi Indonesia.

Namun, kata Tito, pasar modal nasional tengah berharap pada sentimen domestik yang diyakini akan mendorong penguatan harga saham maupun obligasi, yakni implementasi kebijakan tax amnesty yang saat ini rancangan undang-undangnya masih dalam tahap pembahasan di parlemen.

Ombudsman: Bunga Investasi yang Sangat Tinggi Itu 99,9 Persen Penipuan

"Semoga RUU Tax Amnesty yang akan disahkan, juga akan diikuti oleh masuknya dana repatriasi," kata Tito di Gedung BEI Jakarta, Kamis 2 Juni 2016.

Sebelumnya, Tito mengatakan, potensi dana repatriasi dari pengampunan pajak yang akan masuk ke pasar keuangan dalam negeri berkisar Rp2.000 triliun-Rp2.600 triliun. "Dengan masuknya dana ini, maka belanja pemerintah akan membaik," tuturnya.

3 Tips Ini Bisa Buat Kamu Terhindar dari Penipuan Investasi

Tito juga menambahkan, pasar modal berharap, agar pejabat pemerintah tidak mengeluarkan pernyataan yang kontra produktif dengan tren perbaikan sejumlah indikator makro ekonomi nasional.

Tito mencontohkan, pernyataan kontra produktif tersebut dilontarkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yudi Chrisnandi.

Menteri Yudi Chrisnandi sempat menyampaikan pernyataan ke publik bahwa pihaknya akan memecat sebanyak satu juta pegawai negeri sipil (PNS). "Kenapa harus ada pemecatan seperti itu?" ujar Tito.

Menurutnya, sikap pejabat pemerintah seperti itu, akan memicu kekhawatiran para pelaku pasar modal, terkait kondisi keuangan negara. "Padahal, bisa memberdayakan karyawan itu ke BUMN. Dipindahkan ke perusahaan BUMN," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya