Masjid Pekojan dan Kisah Kampung India di Semarang

Masjid Pekojan Semarang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Dari sekian banyak kisah tentang syiar Islam di Kota Semarang, Jawa Tengah, kisah Masjid Pekojan tentunya menarik untuk diperbincangkan. Sebab, masjid yang berada di Kampung Pekojan ini menyimpan banyak rekam jejak ulama terkemuka sejak ratusan tahun silam.

Menilik Jejak Muslim Gujarat di Kampung Pekojan Semarang

Dari namanya, Masjid Pekojan berasal dari kata Koja, sebuah kota di perbatasan India dan Pakistan, hingga kampung yang terletak di Semarang Tengah ini diberi nama Kampung Pekojan. Konon, nama Pekojan diberikan oleh ulama yang juga penyebar agama Islam asal dua daerah tersebut saat mereka singgah dan berdagang di Semarang.

Menurut Annas Salim, salah satu sesepuh Kampung Pekojan, awal cerita kampung dan Masjid Pekojan di Semarang bermula semenjak 150 tahun silam, dimana banyak saudagar Pakistan dan India yang memilih menetap di Kota Lumpia ini.

Kemampuan Anda Menyetir Cuma 3 Jam, Jangan Dipaksa

"Koja sendiri memiliki arti kampung yang didiami oleh suku-suku sempalan dari India dan Pakistan. Suku-suku terdahulu memang memilih hijrah dan syiar Islam di sejumlah tempat. Semarang salah satunya, " ujar Annas kepada VIVA co.id di Masjid Pekojan, Semarang, Rabu, 8 Juni 2016.

Singkat cerita, dari eksodus para penghuni suku Koja di Semarang kemudian membentuk sekumpulan warga. Selain syiar agama, rata-rata dari mereka memang sengaja melakukan aktivitas jual beli barang, seperti batu akik, tasbih serta kain-kain khas daerah Koja.

Ketahuan Nyopet Saat Mudik Lebaran, Pria Ini Diamuk Massa

"Di daerah yang kini bernama Pekojan inilah simbah-simbah buyut kami berdagang. Dari lima orang jadi 10 orang sampai anak cucu sekarang ini," kata dia.

Masjid Pekojan sendiri, lanjut Annas, merupakan simbol penting kaum muslim di Pekojan Semarang hingga kini. Menurutnya, ide awal masjid ini diperkenalkan oleh seorang ulama besar asli Koja bernama Syeh Latief yang juga seorang pedagang terkemuka pada masanya.

"Penuturan dari keturunan terdahulu beliaulah (Syeh Latief) yang menginisiasi pembangunan masjid Pekojan ini. Fungsinya menjadi tempat ibadah kaum-kaum kami yang menetap di sini, " ucapnya.

Cerita Masjid Pekojan pun berlanjut. Hingga beberapa orang dari suku Aqwan, salah satu suku di Pakistan, membangun masjid yang berwarna serba hijau ini menjadi kian besar. Akan tetapi, sosok orang yang meletakkan batu pertama masjid ini masih simpang siur. Musababnya, banyak saksi sejarah yang telah wafat atau beberapa jejak yang mulai hilang.

Berlalu dari cerita itu, kini perjuangan dan tradisi kaum Koja di Pekojan Semarang masih terus lestari. Beberapa simbol penting masjid ini bahkan masih bisa dijumpai di halamannya, seperti makam Haji Alwan dan Rafii yang konon merupakan aulia besar pada zamannya. Selain itu, sejumlah tokoh lain seperti makam Syarif Al Fatimah, yang tak lain merupakan saudara Haji Aulia juga ada di lokasi masjid.

Tercatat, Kampung Pekojan Semarang dihuni oleh tak kurang dari 100 warga. Kebanyakan dari mereka merupakan asimilasi beberapa etnis yang ada di Semarang, seperti Tionghoa, Arab, Eropa dan Jawa.

Budaya bubur India

Beragam budaya unik diperkenalkan melalui kampung dan Masjid Pekojan di Semarang. Selain tradisi di dalam masjid, memasuki bulan Ramadan, Masjid Pekojan tak pernah sepi dengan aktivitas kaum muslim. Salah satunya, tradisi pemberian makanan gratis yakni khas Bubur India yang dibuat oleh pewaris warga Koja.

Makanan yang merupakan racikan rempah-rempah ala India dan Paksitan ini selalu disajikan jelang waktu berbuka di Masjid Pekojan.

Annas mengaku, pembagian bubur India memang dinantikan banyak orang jelang buka puasa. Menariknya, saban harinya, pengurus masjid selalu menghabiskan 20 kilogram tepung beras untuk membuat 200 hingga 300 porsi bubur kepada para jamaah.

"Bubur India ini juga telah ada sejak 150 tahun silam. Resepnya pertama kali dikenalkan saudagar Gujarat yang syiar Islam di sini. Jadi bubur India kini telah menyatu dengan masyarakat setempat," ujar kakek berusia 55 tahun itu.

Bubur India, menurut Annas, diolah oleh generasi keempat suku Koja. Terbuat dari campuran rempah-rempah pilihan, mulai potongan jahe, salam, daun pandan, irisan bawang bombay dan yang bikin sedap karena terdapat campuran kayu manis dan cengkeh di dalamnya.

"Ada delapan bumbu yang diwariskan kepada kita yang jadi keturunan keempat suku Koja Pakistan. Kelebihannya, bau kayu manis yang dimasak di perapian tungku menjadi ciri khas tersendiri," kata dia.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya