Seteru Indosat-Telkomsel, Pengamat Salahkan Interkoneksi

Ilustrasi BTS
Sumber :
  • VIVAnews

VIVA.co.id – Isu dominasi operator telekomunikasi Telkomsel di pasar luar Pulau Jawa mengundang perhatian dari pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi.

Pria yang akrab disapa Hersut itu menilai, regulator dalam hal ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) harus turun tangan atau intervensi dalam persoalan tersebut. Hersut mengatakan, regulator bisa turun tangan dengan menghitung kembali biaya interkoneksi.

"Turunkan (biaya interkoneksi) hingga 30 persen," kata dia kepada VIVA.co.id, Senin 20 Juni 2016.

Interkoneksi merupakan transaksi antaroperator yang memungkinkan terjadinya panggilan offnet atau antaroperator. Sementara tarif on net adalah tarif yang dibebankan pada penggunaan jaringan yang sama. Tarif offnet dibebankan pada penggunaan lintas jaringan, misalnya, antaroperator.

Selain itu, Hersut mengatakan langkah penurunan biaya interkoneksi itu dianggap belum cukup. Dia menagih janji pemerintah merevisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.

"Janji revisi itu harus segera diwujudkan," kata dosen Universitas Multimedia Nusantara tersebut.

Revisi interkoneksi saat ini bisa dibilang momentum tepat. Apalagi, kata dia, saat ini mengarah trennya adalah interkoneksi berbasis protokol internet (IP), penggunaan data dan perlunya pemantauan tarif ritel onnet dan offnet yang sangat jomplang.

Sebagaimana diberitakan pekan lalu, Indosat Ooreoo menggelar promo tarif Rp1 detik ke semua operator. Dengan promo ini, Indosat Ooredoo mengaku hal itu terpaksa dilakukan karena perusahaan ini masih sulit menembus pangsa pasar mereka di luar Jawa. Indosat Ooredoo mengatakan, selain itu, biaya interkoneksi yang tidak kompetitif saat ini turut menghambat perkembangan pangsa pasarnya di luar Jawa.

Alasan Pemerintah Libatkan Verifikator Biaya Interkoneksi

Heru berpendapat pasar luar Jawa makin ramai dalam empat tahun terakhir, seiring dengan sesaknya persaingan pasar di Pulau Jawa yang kian sesak.

Hersut mengatakan, saat dia menjadi anggota BRTI dua periode yang lalu, saat itu ditetapkan skema biaya interkoneksi yaitu berbasis bagi pendapatan (revenue sharing). Penerapan skema itu malah menjadikan munculnya persaingan yang tak sehat yaitu monopoli. Melihat perkembangan tersebut, BRTI saat itu memutuskan mengubah skema interkoneksi menjadi berbasis biaya (cost based).

Biaya Baru Interkoneksi Ditunda Sampai Februari 2017

Dia mengatakan saat itu, skema interkoneksi dievaluasi tiap tahun. Saat itu, dia bersama anggota BRTI lainnya mengaku sigap jika muncul praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. BRTI akan langsung menyampaikan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

"Kita serahkan ke KPPU untuk dinilai, dengan sebelumnya kita panggil dan kasih peringatan pada operator yang nakal. Tapi jika tidak bisa dikasih tahu, ya kita bawa ke KPPU," kata Heru yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute tersebut.

Bos Indosat: Interkoneksi Itu Perang Simbol Bukan Angka

Hersut menilai skema interkoneksi dalam beberapa tahun terakhir ini kehilangan pengawasan dan pengendaliannya. Untuk itu, saat ini regulator harus bertindak tegas.

"BRTI-nya harus berani dan tegas ini. Tegas dan transparan dalam mengambil keputusan," kata dia.

Hersut berpesan agar BRTI tidak membenci atau mencintai operator tertentu, tapi harus adil dan independen terhadap semua operator.  

Sementara BRTI saat ini menegaskan sudah mulai menangani isu protes dominasi Telkomsel di pasar luar Pulau Jawa.

Anggota BRTI, Agung Harsoyo mengatakan telah menjadwalkan pemanggilan Indosat Ooredoo dan Telkomsel untuk dimintai dan digali keterangannya.

"Sebagai regulator, kami ingin klarifikasi. Hari ini Indosat (Indosat Ooredoo yang dipanggil). Besok Telkomsel. Intinya kita ingin industri telekomunikasi tumbuh dalam suasana persaingan yang sehat, beroperasi secara bermartabat," ujarnya kepada VIVA.co.id

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya