Di Dalam Penjara Ini Para Napi Bisa Beri Keuntungan Rp209 M

Ilustrasi penjara.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Mendengar kata penjara, yang terbayang di benak adalah para narapidana yang menyeramkan. Jeruji besi yang kotor, dan bahkan kehidupan di dalam penjara yang tak ramah.

Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya

Tapi tidak demikian dengan penjara satu ini. Di penjara ini, tidak ada penjaga berseragam, ataupun pisau-pisau yang diberi rantai ke meja-meja. Penjara ini justru lebih terlihat seperti pabrik makanan. Ya, ini merupakan situasi di dalam penjara wanita Taoyuan, Taiwan. Dan penjara ini mungkin lebih terlihiat seperti dapur-dapur komersial pada umumnya.

Seluruh perempuan yang ada di dalam ruangan tersebut menggunakan masker dan penutup kepala. Mereka mencampurkan bubuk cokelat dengan aneka bahan lain untuk membuat kepingan cokelat atau yang lain memotong kubis untuk dibuat menjadi kimchi.

YouTube Luncurkan sebuah Serial Dokumenter 5 bagian berjudul “Seribu Kartini”

Dilansir laman Gulfnews.com, mereka adalah bagian dari sebuah industri makanan yang sedang berkembang di Taiwan. Mereka  membuat aneka camilan di balik jeruji besi.

Seluruh makanan yang dibuat tanpa zat aditif atau buatan di dalam penjara ini rupanya populer di kalangan masyarakat dan selalu meraih keuntungan berlipat setiap tahun.

Kisah 2 Pemuda Mualaf yang Bikin Geger, Orang Sekampungnya Auto Masuk Islam

Permintaan yang tinggi terhadap makanan ini didorong karena kualitas dan daya beli konsumen Taiwan yang semakin waspada sejak adanya skandal keamanan makanan yang sempat melanda negara tersebut.

Tahun lalu, keuntungan penjualan camilan ini mencapai Rp209 miliar. Keuntungan ini disalurkan untuk peningkatan kualitas makanan dan gaji para penghuni penjara tersebut.

Beberapa penghuni rumah tahanan ini, Chen salah satunya, dulunya hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai dunia kuliner.

"Aku senang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Aku tidak tahu cara menggunakan pisau dapur dengan baik sebelumnya karena ibu selalu memasak untukku sehingga aku tidak perlu ke dapur," ujar Chen dikutip dari laman Gulfnews.

"Saya merasa membuat makanan itu sangat sederhana, namun sebenarnya cukup rumit," ujarnya.

Chen berharap saat sudah dibebaskan ia dapat mengembangkan usaha bisnis makanan kecil-kecilan miliknya sendiri.

Makanan produksi rumah tahanan ini beraneka ragam mulai dari kue nanas, peanut brittle, kecap dan berbagai olahan ayam.

Awalnya ini bermula dari program kecil yang digagas pada 2006 silam. Penjara tersebut membuat program untuk melatih kemampuan para tahanan dan menggalang dana untuk meningkatkan kualitas rumah tahanan. Kini program serupa dijalankan di hampir seluruh penjara di Taiwan.

Lebih dari 50 rumah tahanan membuat setidaknya 300 tipe produk yang bisa dipesan oleh masyarakat melalui telepon, onlie atau fax atau membeli langsung produk tersebut ke penjara.

"Kami menggunakan komposisi yang baik dan tidak menggunakan bahan buatan atau makanan basi untuk meraih keuntungan," ujar Chiu Hung-chi dari Agency of Correction.

"Makanan kami alami, berkualitas tinggi dan murah," tambahnya.

Saat itu Taiwan memang sempat dihebohkan dengan kasus penggunaan bahan kimia terlarang pada makanan. Perbuatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan besar di Taiwan dan menyebabkan produk mereka harus ditarik dari pasar.

Program ini juga mendapat sambutan baik di kalangan masyarakat dan pebisnis. "Aku rasa ini adalah program yang sangat berarti. Partahanan mempelajari beberapa keahlian yang bisa membantu mereka mendapatkan pekerjaan dan menyesuaikan diri kembali dengan masyarakat," ujar salah saeorang pebisnis, Wang Lung-Feng, yang sudah berlangganan berbelanja bahan makanan dari penjara ini selama satu tahun lebih.

Selain menghasilkan makanan khas, beberapa penjara juga menghasilkan barang konsumsi lain seperti sabun, kerajinan tangan, tas kertas dan aksesoris.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya