Kebijakan Menteri BUMN Diprotes Serikat Pekerja Pertamina

Pertamina.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA – Kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno yang telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 039/BU/02/2018 tertanggal 9 Februari 2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas Anggota Direksi Pertamina dipersoalkan oleh para pekerja PT Pertamina.

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Para pekerja PT Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno mencabut Surat Ketetapan (SK) Nomor 039/BU/02/2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas Anggota Direksi Pertamina.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Noviandri menyatakan, alasan para pekerja menggugat SK Menteri BUMN itu karena kebijakan Rini Soemarno yang telah melakukan perombakan atau reorganisasi direktorat PT Pertamina dengan menghilangkan direktur gas telah menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Menurutnya, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum di tubuh Pertamina.

Kisah Dokter Nova saat Ahok Hampir Meninggal di Penjara

"Surat keputusan yang telah memberhentikan dan meniadakan Direktorat Gas Perusahaan Perseroan PT Pertamina tanpa memberikan alasan yang jelas telah menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Noviandri melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA, Kamis 1 Maret 2018.

Tidak hanya itu, lanjut Noviandri, para pekerja di Pertamina juga menilai kebijakan mereorganisasi direktorat di tubuh perusahaan BUMN itu dapat berdampak pada inefisiensi di tubuh Pertamina.

Besok, Bos Pertamina Bongkar Kisah Nyata Ahok di Penjara

"Karena pimpinan Depot harus berkoordinasi dengan tiga direktorat untuk distribusi atau delivery produk, tentunya hal tersebut juga akan berdampak pada terjadinya penambahan biaya over head dan gaji US$1,2 juta per tahun untuk tiap direktorat baru," ujarnya.

Ia pun menilai, kebijakan Rini Soemarno itu telah melanggar asas kemanfaatan. Sebab, dengan dihilangkannya Direktorat Gas di tubuh Pertamina itu Kementerian BUMN telah mengabaikan pengelolaan Blok Mahakam yang menghasilkan 60 persen gas dan selama ini ditangani oleh direktorat gas Pertamina.

"Itu alasannya, dikarenakan SK menteri BUMN telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) terutama asas manfaat, efisiensi dan transparansi sebagaimana diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain melanggar AUPB, menteri BUMN juga melanggar Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara," katanya.

Sebelumnya, jelang pertengahan Februari lalu, Menteri BUMN Rini Soemarno telah mengeluarkan SK Nomor 039/BU/02/2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas Anggota Direksi Pertamina.  

Keputusan tersebut telah mengubah beberapa nomenklatur di antaranya Direktorat Pemasaran menjadi Direktorat Pemasaran Ritel, dan menetapkan penambahan nomenklatur Direktorat Pemasaran Korporat dan Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur. Serta, meniadakan Direktorat Gas.

Deputi Menteri BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Fajar Harry Sampurno sebelumnya menyatakan bahwa reorganisasi di tubuh Pertamina ini dilakukan untuk memperbaiki kinerja perseroan serta mengubah orientasi bisnis dari product oriented menjadi consumer oriented.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya