- Arrijal Rachman/VIVA.co.id.
VIVA – Defisit neraca perdagangan yang terjadi pada April 2018 sebesar US$1,63 miliar, menjadi bukti pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak mampu mendongkrak nilai ekspor. Rupiah beberapa hari ini terpantau anteng di level Rp14.000 per dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menjelaskan, pada dasarnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa mendongkrak ekspor. Namun, kenyataan di lapangan tak semanis proyeksi ekonomi beberapa waktu lalu.
"Maret perekonomian sangat menjanjikan, bagus, sehingga semua ekonom memprediksi semuanya pasti surplus karena rupiah melemah pada posisi yang sangat ideal. Dan ketika rupiah melemah ekspor kita (mestinya) akan meningkat," ujarnya di kantornya, Selasa, 15 Mei 2018.
Suhariyanto juga mengungkapkan, defisit yang terjadi lebih disebabkan karena ekspor Indonesia masih di dominasi oleh barang mentah.
"Tapi saya bilang, masih ada kendala di sana, struktur ekspor kita masih barang mentah," tegasnya.
Karena itu, Suhariyanto berharap, ke depan Indonesia harus mendorong diversifikasi barang ekspor di pasar internasional. Sehingga daya saing produk Indonesia terus meningkat.
"Karena kalau enggak kita akan rugi. Kalau komponen semua komponennya bagus maka akan terkerek ke bawah cuma karena defisitnya melebar, kan sayang," ucapnya.