Rupiah Tak Bakal Tembus Rp15.000 per Dolar, Ini Penjelasan Ekonom

Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dolar AS di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan meyakini, meski pelemahan nilai tukar rupiah yang telah tembus Rp14.700 per dolar Amerika Serikat tidak akan semakin parah. Apalagi hingga menyentuh Rp15.000 per dolar AS.

Melemah di Level Rp 16.220 per Dolar AS, Rupiah Diproyeksi Menguat

Sebab kata dia, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini masih dipengaruhi oleh sentimen pasar keuangan terhadap kuatnya perbaikan ekonomi di Amerika Serikat. Sedangkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih cenderung baik dan sehat.

Seperti pertumbuhan ekonomi yang masih stabil tumbuh di atas lima persen, inflasi terkendali di bawah 3,5 persen, defisit neraca transaksi berjalan yang masih di kisaran tiga persen. Serta kondisi perbankan yang masih baik seperti loan growth yang mencapai 10,75 persen dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga yang mencapai 6,55 persen.

Mendag Imbau Masyarakat Tak Perlu Khawatir soal Pelemahan Rupiah

"(Penyebabnya) termasuk sentimen global yang enggak jelas dari Amerika ya. Itu seharusnya kita masih bisa menguat sebenarnya kalau kita lihat ini (fundamental ekonomi Indonesia). Dan ini sebagian karena sentimen yang di sana, dan kalau di AS itu kan penguatannya penguatan dolar," tutur dia di Gedung Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis 30 Agustus 2018.

Menurutnya, pelemahan rupiah yang signifikan akan terjadi bilamana kondisi domestik Indonesia mengalami perubahan signifikan. Misalnya, terjadi kerusuhan sebagaimana yang terjadi pada 1998, yang kemudian membuat sentimen global terpengaruh dan membuat arus modal lari dari Indonesia.

Gubernur BI Proyeksikan Rupiah Baru Balik ke Rp 15.000-an pada Kuartal IV-2024

"Misalkan ada riot pemilu enggak karuan, sehingga banyak yang keluar kayak di tahun 98. Itu kan signifikan, akan parah melemahnya. Kalau lihat situasi sekarang, dengan pelukan-pelukan terakhir sudahlah enggak terlalu banget. Isu agama juga enggak terlalu memisahkan banget kan," ungkapnya.

Bahkan lanjut dia, berdasarkan outlook yang telah dilakukan, kecenderungan rupiah akan menguat masih terbuka lebar. Sebab, spekulasi pasar saat ini cenderung melihat dolar akan kembali melemah karena penguatan data-data perekonomian cenderung dinilai terlalu dipaksakan.

"Titik tertentu AS diperkirakan akan melambat. Ini kan terlalu dipaksaian (perbaikan ekonominya). Begitu dia melambat lagi, itu bisa menyebabkan dolarnya pun akan melemah lagi. Itu yang kami lihat tuh," ucap Anton.

Meski demikian, penguatan nilai tukar rupiah diperkirakannya tidak akan sampai ke level Rp12.000 sampai 13.000 per dolar AS. Sebab, dengan kondisi ekonomi global saat ini yang tengah menuju normalisasi baru atau new normal, rupiah sudah menemukan equilibrium barumya dikisaran Rp14.000.

"Mungkin Rp14.000 an. Karena kita sudah switch kesitu sebagai new equilibrium lah. Keliatannya new normalmya Rp14.000 lah," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya