Kaum Milenial Sasaran Positif Pasar Properti

Diskusi Uang Muka Nol Rupiah, Dongkrak Kebangkitan Properti Generasi Millenial
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang mendekati level Rp15.000 dan mencapai titik terendah dalam 20 tahun terakhir, mempunyai implikasi yang luas terhadap perekonomian nasional.

Lippo Cikarang Bukukan Pra-Penjualan Rp 325 Miliar di Q1-2024, 23 Persen dari Target

Berbagai sektor bisnis terguncang, tidak terkecuali sektor bisnis properti. Para pelaku usaha, termasuk di sektor properti mulai dibayang-bayangi masa-masa krisis 1998.

Maklum, saat tembus Rp15.000 per dolar AS, nilai tukar rupiah hanya selisih sekitar Rp1.800 dibanding nilai tukar saat krisis 1998. Di mana pada Juni 1998, rupiah berada di posisi Rp16.800 per dolar AS, atau terburuk sepanjang catatan sejarah republik ini.

Bertambah Usia, Perjalanan Perusahaan Properti Ini Makin Bertumbuh Sukses

Dengan kondisi ini, berbagai langkah pun harus dilakukan para pengembang properti dan pemerintah, agar industri properti di Tanah Air tetap eksis dan terus berlanjut. Salah satunya, dengan membuka pasar para generasi milineal yang diperkirakan jumlahnya sangat besar, yakni mencapai 90 juta jiwa atau sepertiga dari penduduk Indonesia.

Hasil riset Badan Pusat Statistik 2017 menyebut, bonus demografi memunculkan kelas tanggung di perkotaan usia 25-35. Jumlah penduduk terbanyak di Indonesia saat ini, adalah generasi milenial yang lahir pada 1982-2025. Tapi sayang, mereka sulit memiliki rumah, lantaran harga rumah semakin mahal, sedangkan penghasilan belum mencukupi.

Didominasi Rumah Tapak, Lippo Karawaci Cetak Pra Penjualan Rp 1,5 Triliun di Q1-2024

Hal itu terkonfirmasi dari riset yang menyurvei 300 responden milenial di tujuh kota besar di Indonesia. Hasilnya, 39 persen, di antaranya telah memiliki hunian, sisanya 61 persen mengaku belum memiliki rumah.

“Ini kenyataan yang harus diurai bersama sebagai upaya memberikan hunian nyaman, terjangkau dan sesuai preferensi milenial,” ujar Arvi Argyantoro, direktur Evaluasi Bantuan Pembiayaan Perumahan, Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), seperti dikutip dari keterangannya, Jumat 7 September 2018.

Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah mengeluarkan sejumlah skema bantuan pembiayaan perumahan untuk memudahkan masyarakat, khususnya kaum muda dalam memiliki rumah. Di antaranya, fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka (SBUM), termasuk pembebasan pajak, penurunan PPH dari lima menjadi satu persen dan penurunan BPHTB dari lima menjadi 2,5 persen.

Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp6,09 triliun untuk bantuan pembiayaan perumahan, dengan komposisi dana FLPP sebesar Rp2,18 triliun untuk 42 ribu unit rumah bersubsidi, SBUM Rp1,38 triliun untuk 344.500 unit rumah, dan SSB Rp2,53 triliun untuk 225.000 unit rumah.

Agar semakin memudahkan kepemilikan rumah, Bank Indonesia melalui Peraturan No 20/8/PBI memberlakukan pelonggaran loan to value (LTV) per 1 Agustus 2018. LTV untuk pembiayaan properti berada di kisaran 85-95 persen untuk rumah tipe 22-70 meter persegi dan kurang dari 21 m2, tergantung kemampuan bank penyalur kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/A).

“Kebijakan ini memungkinkan pembelian properti melalui KPR/A tanpa uang muka atau DP 0 persen. Kita harapkan, kebijakan tersebut menjadi angin segar untuk mendorong industri perumahan di Indonesia,” tutur Arvi.

Rasio KPR lebih rendah

Sementara itu, Manajer Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Bayu Adi Gunawan mengatakan, jika dibandingkan dengan negara lain, rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah, yaitu 2,9 persen (2017) dengan pertumbuhan KPR yang disalurkan 32,3 persen (periode Maret 2018), kalah telak dengan negara tetangga Singapura (129,7 persen) atau Malaysia (128,4 persen).

“Siklus pembiayaan properti pada kuartal I-2018, berada dalam fase akselerasi yang belum mencapai puncaknya,” katanya.

Perkembangan kredit properti mulai tumbuh usai penerapan kebijakan LTV  pada Agustus 2016. Per Juni 2018, KPR meningkat menjadi 12,16 persen, dan di atas pertumbuhan total kredit perbankan sebesar 10,75 persen. Berdasarkan tipe, pertumbuhan KPR tertinggi terjadi pada jenis apartemen dan rumah tapak tipe 22-70 m2.

“Kenaikan penjualan hunian signifikan. Dari 8.314 unit di 2016, menjadi 11.589 unit pada 2017.  Porsi debitur usia 26-35 tahun, juga mengalami peningkatan. Sementara itu, debitur usia 36-45 tahun justru menurun sejak tahun 2014. Ini mengindikasikan bahwa para millenials tersebut tetap mengupayakan membeli rumah dengan catatan uang muka dilonggarkan dan insentif lainnya,” ungkap Bayu.

Tentu, kondisi tersebut disambut baik oleh sejumlah kreditur, dalam hal ini perbankan. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya, yang memberi kemudahan proses KPR kepada generasi milenial berusia mulai 18 tahun. Syaratnya, sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan.

“Lulus SMA, sudah kerja dan punya gaji, silakan ajukan KPR,” ujar Executive Vice President Non-Subsidized and Consumer Landing Division BTN, Suryanti Agustinar.

BTN belum lama ini juga melansir KPR Zero yang membebaskan debitur dari cicilan pokok selama dua tahun. Jangka waktu kredit bisa sampai 30 tahun.

“Targetnya adalah kaum produktif usia 26-35 tahun. Jadi, dia hanya bayar bunganya saja selama dua tahun, sehingga mereka anak muda bisa tetap makan-makan di cafe, piknik juga oke. Angsurannya juga lebih ringan,” kata Suryanti.

Terkait legitimasi uang muka nol rupiah, Suryanti mengatakan, BTN tetap memplot uang muka lima persen secara umum. Sementara itu, KPR tanpa DP diterapkan khusus di program pemerintah daerah.

“BI bebaskan kami untuk mengatur skim uang muka dengan mempertimbangkan risiko-risikonya. Akhirnya, kita buka DP 0-1 persen hanya berlaku di program pemerintah daerah,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya