LIPI Klaim Rantai Pariwisata Percepat RI Tambah Devisa Negara

Ilustrasi Wisatawan Mancanegara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Dalam meningkatkan sektor pariwisata harus ada pola pembangunan service based economy. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI menjelaskan sektor pariwisata mampu memberikan nilai tambah, yang membuat sektor ini menjadi lebih berkualitas dan dampak pengganda yang besar.

5 Negara Asia Tenggara Diajak Thailand Terapkan Skema ala Visa Schengen

Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho mengatakan, aliran dampak pengganda dapat mengarah kepada penguatan ekonomi domestik.

"Secara paralel aliran dampak pengganda tersebut akan mengarah penguatan permintaan domestik baik sektoral maupun rumah tangga. Artinya, ada manfaat langsung dinikmati masyarakat dan memperlancar proses bisnis dari usaha terkait," ucap Agus di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2018.

Festival Semarapura Kembali Digelar, Pemkab Klungkung Siapkan Ribuan Seniman dan Booth UMKM

Selanjutnya, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Panky Tri Febiansyah mengatakan, selain peningkatan sektor pariwisata. Pemerintah juga harus mampu meningkatkan sarana dan prasarana pariwisata di Indonesia.

Dengan begitu, Panky menilai pemerintah pusat dapat menarik wisatawan yang datang ke Indonesia. Dengan begitu, akan menguntungkan Indonesia dan dapat menaikkan devisa negara.

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

"Saat ini, bagaimana caranya pemerintah harus dapat menarik wisatawan datang ke Indonesia. Jadi, bisa menjadi sebagai klarifikasi, mengenai yang kita definisikan sebagai rantai pariwisata itu. Jadi, ya, memang sangat penting," tutur Panky.

Sementara itu, hingga akhir September 2018, cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan sebesar US$3,1 miliar menjadi ke posisi US$114,8 miliar dari posisi di akhir Agustus 2018, yang sebesar US$117,9 miliar.

Bank Indonesia menilai, meski alami penurunan, cadangan devisa masih cukup tinggi, lantaran setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya