Menkeu Sri Bandingkan Pengelolaan Utang Zaman Jokowi dengan SBY

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Anis Efizudin

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kinerja utang selama 4 tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ia mengaku yakin pengelolaan utang di masa pemerintahan Jokowi-JK lebih baik ketimbang pemerintah sebelumnya di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Viral Aksi Emak-emak di Makassar Mengamuk Sambil Ancam Pakai Parang Penagih Utangnya

Ia menjabarkan, utang di 2018 justru mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 9,7 persen. Angka ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 2014, pertumbuhan utang mencapai 14,6 persen. 

Selain itu, menurut Sri, kinerja pemerintah dari sisi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) saat ini juga tumbuh negatif sebesar 17,8 persen. 

Rasio Utang Pemerintah 2025 Ditargetkan Naik Jadi 40 Persen, Kemenkeu Buka Suara

"Ini untuk menjawab yang banyak sekali dan juga senang sekali memelihara isu utang, di publik, dan jawaban ini sering tidak dikutip, karena masalah utang sering diopeni, dipelihara," kata Sri Mulyani dalam paparan empat tahun kerja pemerintahan Jokowi-JK, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, 23 Oktober 2018. 

Sri juga menegaskan bahwa utang yang diambil pemerintah saat ini untuk hal yang produktif. Meskipun, ada kenaikan utang lebih besar secara nominal, namun juga harus dilihat untuk apa pemanfaatan utang tersebut. 

Ini Penyebab Aset PLN Nusantara Power Melesat Jadi Rp 350 Triliun

"Kenaikan utang periode 2012 - 2014 naik Rp799,8 triliun dan kemudian tambahan utang 2015-2017 adalah di 1.329 triliun," jelas Sri.

Dia pun membandingkan, secara nominal memang besar dan banyak pihak yang sengaja memutus informasi sampai di situ saja tanpa melihat untuk apa utang dimanfaatkan. Dari sisi belanja infrastruktur lanjut Sri, pada periode 2012-2014 hanya tercatat sebesar Rp456 triliun sedangkan untuk periode Jokowi-JK, yaitu di rentang 2015-2017 mencapai Rp904,6 triliun. 

"Jadi kenaikannya naik hampir dua kali lipatnya. Ada yang mengatakan, oh cuma segitu, tapi kan utangnya Rp1.329. Tunggu dulu, belanja kita berapa untuk pendidikan, pendidikan dulu hanya Rp983 triliun untuk tiga tahun, sekarang, Rp1.167 triliun, naik 118 persen," tambahnya. 

Ia pun menegaskan,  belanja pendidikan adalah belanja produktif. Sedangkan, belanja produktif lainnya adalah belanja kesehatan yang di periode presiden sebelum Jokowi hanya Rp146 triliun untuk saat ini naik jadi Rp249,8 triliun atau naik 170 persen. 

Lebih lanjut, untuk perlindungan sosial di masa Presiden Jokowi mencapai Rp299,6 triliun dibanding periode presiden sebelumnya yang hanya Rp35 triliun atau hampir delapan kali lipatnya. 

Tak hanya itu, Sri  meminta pihak yang mengkritik pemerintah untuk melihat pengelolaan transfer dana ke daerah yang sering tidak dihitung sebagai belanja produktif. Untuk transfer ke daerah, Pemerintah pusat juga memberi mandatori penggunaan sebesar 25 persen untuk infrastruktur, 20 persen pendidikan, 10 persen untuk kesehatan. 

"Belanja transfer ke daerah yang dulu hanya Rp88 triliun, untuk berbagai belanja produktif, sekarang jadi 315,9 triliun. Jadi kalau mau membandingkan apel dengan apel bukan hanya tambahan utang tapi bandingkan untuk apa nya dan ini menggambarkan seluruh cerita secara penuh," tuturnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya