BI Luncurkan Aturan Baru Utang Luar Negeri Bank

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA – Bank Indonesia secara resmi meluncurkan peraturan baru untuk menyempurnakan aturan terkait pinjaman luar negeri bank yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/1/PBI/2019 yang berlaku mulai 1 Maret 2019. Ketentuan ini menggantikan PBI Nomor 7/1/PBI/2015 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Direktur Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia, Yanti Setiawan, menegaskan, penyempurnaan aturan baru tersebut dilakukan bukan akibat dari kondisi pinjaman atau utang luar negeri (ULN) perbankan yang bermasalah, melainkan semata untuk memperbaiki tata kelola utang luar negeri perbankan.

Sebab, kata dia, rencana pinjaman bank itu pada dasarnya saat ini sedikit turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2018, Yanti mengatakan, rencana pinjaman tersebut sebesar US$9,9 miliar, dan realisasi dari rencananya hanya 97,2 persen. Sementara itu, sepanjang 2019 diperkirakan US$8,02 miliar.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

"Prinsip utamanya itu bukan dikarenakan adanya pengetatan atau pelonggaran, tetapi ini memperbaiki tata kelola dalam utang luar negeri," katanya di Gedung BI, Jakarta, Kamis 24 Januari 2019.

Secara umum, dia mengatakan, yang disempurnakan dalam aturan tersebut yakni prinsip kehati-hatian kewajiban utang jangka pendek maupun jangka panjang dari perbankan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Misalnya, besaran saldo perbankan diwajibkan 30 persen dari modal perbankan jika ingin mengajukan utang jangka pendek.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

"Saldo harian kewajiban jangka pendek diatur kembali. Saldo harian kewajiban jangka pendek itu 30 persen dari modal bank, ini untuk menjaga supaya bank tidak terlalu agresif dalam melakukan utang jangka pendek," kata dia.

"Kemudian terkait kewajiban jangka panjang, kewajiban jangka panjang sudah tercantum dalam rencana bisnis bank (RBB). Dalam RBB itu kita minta bank harus mencantumkan dan kalau dari sisi banknya sendiri mereka harus sudah punya proyeksi mengenai sumber pendanaan," tuturnya.

Di samping itu, yang menjadi penyempurnaan mencolok lainnya, kata dia, adalah mengenai pengenaan sanksi bila aturan tersebut tidak dipatuhi oleh perbankan. Sebelumnya, sanksi yang berlaku adalah teguran tertulis, kewajiban membayar, dan larangan mengajukan permohonan persetujuan kewajiban jangka panjang.

Namun, dengan diluncurkannya PBI penyempurna itu, pengenaan sanksi menjadi ditambah, yaitu pembatasan keikutsertaan dalam operasi moneter, yaitu terbatas pada akses terhadap instrumen pemenuhan kebutuhan likuiditas.

"Penyempurnaan sanksi, dulu tidak ada batas maksimal gradasi dan sekarang ditentukan batas maksimal dengan jenis pelanggaran yang berbeda. Kalau dalam satu tahun satu kali melanggar, sanksi beda. Kalau satu tahun dua kali melanggar sanksi lebih berat," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya