Disuntik Rp10,5 Triliun, Tunggakan Obat BPJS Kesehatan Belum Ketutup

Kantor Pusat BPJS Kesehatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA – Tunggakan pembayaran obat dan produk-produk farmasi lain oleh rumah sakit kepada industri farmasi masih tak tertutupi meski pemerintah memberi suntikan sebesar Rp10,5 triliun terhadap BPJS Kesehatan.

Di Universitas Harvard, Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Jurus Capai UHC dalam 10 Tahun

Menurut Ketua Pengurus Pusat Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia Tirto Kusnadi, tunggakan ke industri farmasi yang nilainya mencapai Rp3,6 triliun hanya tertutupi tak lebih dari 10 persen oleh dana itu.

"Dari Rp10 triliun lebih itu, paling hanya enam sampai 10 persen yang terbayar ke farmasi," ujar Tirto usai mengadukan persoalan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2019.

Berbagi Kebaikan Ramadhan, JEC Hadirkan Layanan BPJS Kesehatan dan Operasi Katarak-Juling Gratis

Tirto menilai, hal itu dikarenakan rumah sakit yang menerima klaim pembayaran dari BPJS Kesehatan pertama-tama akan menutupi kebutuhan internalnya dulu sebelum membayar tunggakan ke industri farmasi.

"Rumah sakit mungkin akan mengutamakan gaji pegawai dulu, jasa medis, lauk pauk makanan, untuk pendidikan, untuk segala macam, baru sisanya mungkin dibayarkan ke industri farmasi," ujar Tirto.

Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan Ajak Pemudik Mampir ke Posko Mudik BPJS Kesehatan

Tirto menyampaikan, industri farmasi juga sebenarnya ingin mekanisme pembayaran kepada mereka oleh BPJS Kesehatan berubah. Mekanisme yang lebih tepat adalah dijadikannya perusahaan-perusahaan farmasi sebagai penyedia layanan atau provider bagi BPJS Kesehatan.

Dengan demikian, pembayaran bisa dilakukan langsung, tidak melalui rumah sakit.

"Keinginan kita sebetulnya menjadi provider langsung, jadi obat dibeli ke kita langsung, dibayar langsung, kita distribusikan," ujar Tirto.
    
Selama ini, dari farmasi men-supply obat-obatan ke rumah sakit, kemudian digunakan rumah sakit kepada pasien peserta BPJS, lalu rumah sakit menagih pembayaran pasien ke BPJS dan dibayar. "Baru akan dibayarkan ke kita (farmasi)," terang Tirto.

Menurutnya mekanisme itu tak jarang membuat industri farmasi menunggu waktu lama untuk menerima pembayaran. Persoalan defisit yang tengah dialami BPJS Kesehatan juga membuat industri farmasi menderita kerugian keterlambatan pembayaran dari rumah-rumah sakit hingga Rp3,6 triliun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya