Bulog: Percuma Penugasan Serap Beras Petani Tapi Sulit Disalurkan

Pekerja mengangkut karung berisi beras stok Rasta/Raskin (beras untuk warga prasejahtera) di Gudang Bulog Serang, Banten
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVA – Perum Bulog menegaskan, penugasan penyerapan beras petani dari Kementerian Pertanian yang terus dimintakan hingga saat ini tidak akan ada gunanya jika hal tersebut tidak dapat disalurkan dan hanya menumpuk di gudang Bulog. 

Kebutuhan Beras SPHP se-Kalbar Hampir 200 Ton per Hari

Sebagaimana diketahui, Perum Bulog ditugaskan Kementerian Pertanian untuk menyerap setidaknya 10 persen atau sekitar 1,4 juta ton beras di awal 2019 akibat adanya klaim data bahwa potensi produksi beras per Januari hingga Maret mencapai 14,2 juta ton. Secara rinci, produksi pada Januari diklaim sebesar 2,4 juta ton, Februari 4,5 juta ton dan Maret 7,3 juta ton.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menjelaskan, kesulitan penyaluran itu terutama disebabkan karena saat ini, pemerintah mengalihkan sebagian besar bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT). 

Bantuan Pangan Beras Diklaim Berhasil Tekan Inflasi di 2023, Bulog Beberkan Datanya

Di mana dalam pengoperasiannya, pemerintah tidak menugaskan Bulog sebagai penyuplai beras kepada warung-warung, melainkan BPNT yang ditunjuk sebagai penyalur. Dengan begitu, kata dia, Bulog kehilangan banyak pasar sehingga stok yang ada di gudang tidak tersalur dengan lancar.

"Kalau Bulog sudah membeli untuk kemudian disimpan di gudang Bulog, untuk apa kalau tidak disalurkan. Makanya Pak Buwas (Dirut Bulog Budi Waseso) sedang sibuk mencari pasar di luar negeri untuk ekspor. Apakah bisa diterima dari sana atau tidak nanti kita lihat kualitasnya," kata dia di menara Kadin, Jakarta, Kamis 14 Februari 2019.

Bulog Siap Impor 1 Juta Ton Beras pada 2024, Antisipasi Krisis Pangan

Tri mengatakan, untuk periode Januari hingga April, Bulog hanya mendapatkan penugasan penyaluran bansos rastra sebesar 213 ribu ton. Padahal, ketika program tersebut masih menjadi pilihan utama, distribusi tiap bulan bisa mencapai 250 ribu ton atau sekitar 3 juta ton per tahun.

Di samping itu, bansos rastra 213 ribu ton itu saat ini harus disalurkan ke 295 kabupaten yang sebagian besar susah dijangkau. Ketika diakumulasi dengan biaya kirim, ia mengatakan harga jual beras semestinya mencapai lebih dari Rp10.000 per kilogram atau di atas Harga Eceran Tertingginya sebesar Rp9.450.

"Di tingkat eceran beras umum yang paling laku seharga Rp11.674 padahal Bulog harus jual paling tinggi Rp9.450," paparnya.

Bulog pun dikatakannya musti memutar otak lebih keras untuk mengeluarkan stok yang di sisi lain harus terus ditambah. Untungnya, lanjut dia perseroan masih bisa melakukan operasi pasar yang setiap harinya, akhir-akhir ini, membutuhkan pengeluaran 3.000 ton.

Maka dari itu, dia pun meminta agar pemerintah terutama kementerian teknis sebagai regulator dapat mempertimbangkan kebijakan yang tidak memberatkan Bulog. Contohnya, jika BNPT menjadi program prioritas yang menggantikan bansos rastra, ada baiknya beras-beras yang disalurkan tetap bersumber dari perseroan.

"Program boleh beda tapi kalau bisa sumber berasnya tetap sama," ujar Tri. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya