Langkah Balasan ke Uni Eropa Atas Diskriminasi CPO RI Dinilai Tepat

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Riau dengan mengubah kelapa sawit menjadi bahan bakar minyak. (Foto: industry.co.id)
Sumber :
  • timesindonesia

VIVA – Upaya Pemerintah Indonesia dan sejumlah negara ASEAN yang menyerukan tindakan balasan atau retaliasi atas diskriminasi perdagangan yang dilakukan Uni Eropa, dipandang sebagai langkah positif. Langkah ini dinilai tepat untuk memberi sinyal kuat kepada Uni Eropa.

Neraca Perdagangan RI Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Mendag: Bagian dari Keberhasilan Kemendag

Langkah yang digagas Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan sejumlah menteri perdagangan ASEAN tersebut dinilai tepat untuk melindungi kepentingan ekonomi Indonesia dan negara asia tenggara.

“Saya tetap setuju harus ada retaliasi terhadap upaya Uni Eropa menghambat produk-produk dari Indonesia,” ujar Ekonom dari INDEF, Eko Listiyanto, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 27 April 2019. 

Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Kemendag: Mudah-mudahan Mei Selesai

Sebelumnya, produk-produk asal Indonesia dan Malaysia seperti minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya sempat dipermasalahkan Uni Eropa dengan mendiskriminasi lewat kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Indirect Land Use Change (ILUC). 

Tak hanya itu, produk lain juga dipermasalahkan seperti beras dari Myanmar dan Kamboja. Untuk dua produk itu dihambat dengan pemberlakukan special safeguard untuk beras padahal aturan itu tak berlaku bagi beras dari negara lain. 

PB KAMI Laporkan Dugaan Oknum Pejabat yang Terima Suap Pengusaha Oli dan Sparepart Palsu

Eko mengungkapkan, upaya Uni Eropa memberlakukan aturan diskriminatif adalah untuk melindungi produk minyak nabati yang dihasilkan kawasan tersebut. Terlebih produk tersebut tak bisa kalahkan produk CPO.

“Karena kan kita tahu ya, ujungnya itu. Secara kasat mata pun produktivitas CPO kita lebih tinggi dari bunga matahari, rapeseed atau kedelai dan lain-lain dari mereka,” katanya.

Untuk itu, Eko menuturkan perlu sebuah kehati-hatian untuk melakukan tindakan balasan. Caranya adalah memilih produk yang akan dibatasi impor sehingga ada perlawanan yang baik untuk beri sinyal kuat kepada Uni Eropa.

"Produk tersebut tak harus merupakan produk berteknologi tinggi, bisa berupa produk makanan minuman. Dan perlu perhatikan tingkat kebutuhan di Tanah Air sehingga tak ciptakan penyelundupan," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya