Alasan Pertumbuhan Ekonomi Tetap Dipatok Hingga 5,6 Persen di 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengusulkan pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 sebesar 5,3-5,6 persen. Padahal  risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global semakin nyata akibat dampak tingginya intensitas perang perdagangan Amerika Serikat dan China.

Yuk Simak! Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional 2022

Sri menjelaskan, asumsi tersebut tetap dipatok tinggi atau di atas pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro RAPBN 2018 yang sebesar 5,4 persen karena potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi, ditengah kondisi pertumbuhan ekonomi global yang terus dipangkas oleh lembaga internasional seperti World Bank, IMF hingga OECD.

Hal tersebut disampaikannya dalam pidato tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR RI terhadap kerangka perekonomian makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2020 di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.

Buka Beasiswa LPDP 2022, Menkeu Minta Pengelola Dana Abadi Transparan

"Mengenai asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 sebesar 5,3 persen sampai 5,6 persen, pemerintah berpendapat perlunya suka kehati-hatian namun penting untuk menjaga optimisme yang terukur," kata Sri.

Secara spesifik, dia menjelaskan, perkiraan batas bawah yang sebesar 5,3 persen menunjukkan risiko global yang meningkat. Sedangkan, perkiraan proyeksi batas atas yang sebesar 5,6 persen menunjukkan potensi pertumbuhan ekonomi apabila semua unsur penyumbang pertumbuhan dapat diwujudkan. 

Sri Mulyani: Subsidi Jadi Belanja APBN Terbesar pada Januari 2022

"Landasan perkiraan pertumbuhan tersebut adalah terjaganya pertumbuhan konsumsi, investasi dan eskpor dengan dukungan belanja pemerintah secara proporsional," tutur Sri.

Dia memastikan, konsumsi akan dijaga melalui Inflasi pada tingkat yang rendah terkendali untuk menjaga daya beli masyarakat, serta program bantuan sosial yang komprehensif untuk mendorong pemerataan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. 

Sementara itu, investasi terus ditingkatkan melalui perbaikan dan penyederhanaan regulasi, perbaikan iklim investasi dan pemberian fasilitasi investasi dan promosi investasi. Namun pemerintah harus waspada dengan gejolak arus modal global seperti yang terjadi pada 2018 yang berpotensi melemahkan investasi.

"Sementara itu, untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekspor akan diupayakan melalui kerja sama perdagangan bilateral, seperti dengan Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah, dan Asia Tengah," ungkap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya