Sri Mulyani: Masyarakat Semakin Yakin Pengelolaan APBN Akuntabel

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVAnews.com

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap, masyarakat semakin yakin terhadap pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin akuntabel.

BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan: Benar, Kami Belum Memiliki Kecukupan Dana

Itu dikatakannya karena pemerintah telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) empat kali berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan hingga 2019.

"Opini WTP semakin memberikan keyakinan kepada seluruh masyarakat bahwa APBN dikelola secara efisien, transparan dan akuntabel," kata Sri Mulyani di ruang sidang paripurna DPR, Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.

Serahkan LKPD 2023, Pj Gubernur Agus Fatoni Harap Sumsel Kembali Raih Predikat WTP ke-10

Baca juga: BPK Ingatkan Pemerintah soal Risiko Fiskal Jangka Panjang

Dikatakan Sri, dengan baiknya pengelolaan anggaran negara tersebut, maka masyarakat pada tahun itu mampu semakin sejahtera, kemiskinan turun hingga tumbuhnya ekonomi secara berkelanjutan.

Anggota BPK Achsanul Qosasi Didakwa Terima Uang Korupsi Proyek BTS Rp 40 Miliar

"Sehingga memberikan hasil peningkatan kesejahteraan rakyat, penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tutur Sri.

Menurut Sri, itu tergambar dari Indeks Pembangunan Manusia pada 2019 yang meningkat menjadi 71,92 dari yang sebelumnya pada 2018 sebesar 71,39. Angka tersebut tertinggi selama enam tahun terakhir.

Kemudian, tingkat pengangguran hanya 5,28 persen, lebih rendah dari 2018 sebesar 5,34 persen. Persentase penduduk miskin 9,22 persen lebih rendah dari 2018 sebesar 9,66 persen dan rasio gini pada angka 0,380 lebih rendah dari 2018 sebesar 0,384.

"Pada prinsipnya APBN instrumen penting dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Ini terlihat dari capaian atas pengelolaan APBN 2019," ungkap Sri.

Sebelumnya, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menyatakan, opini WTP diberikan karena LKPP 2019, menyajikan secara wajar posisi keuangan per 31 Desember 2019, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Meski begitu, Agung mengatakan bahwa BPK masih menemukan 13 masalah dalam LKPP tersebut, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti pemerintah pusat. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya