Ragu Target Pajak Tercapai, Pemerintah Diminta Berhemat

Politikus Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun.
Sumber :

VIVA – Di saat ekonomi yang kini tertekan, penghematan adalah jalan keluar yang terbaik. Apalagi pemerintah membutuhkan suntikan uang yang tidak sedikit. Maka biaya utang diminta untuk dihemat.

Hobi Lari, Politisi Golkar Misbakhun Capai Finis di London Marathon 2024

Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun, mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani harus mencermati dengan baik bagaimana biaya utang. Ia mengatakan, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah pasti semakin besar di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

“Defisit ini kalau kemudian makin melebar, biaya APBN kita makin besar,” ujar Misbakhun dalam siaran pers yang diterima VIVA, Kamis 3 September 2020.

Misbakhun Khawatir Usul Angket Pemilu Ganggu Ketenangan Rakyat

Baca juga: Soal Dewan Moneter, Faisal Basri: Pajak Anjlok, Kenapa BI Diobok-obok?

Untuk menambah komponen lain selain utang, memang yang paling efektif adalah pajak. Mengefisienkan penerimaan di sektor itu. Hanya saja, mantan pegawai Ditjen Pajak itu pesimistis pemerintah mampu memenuhi target penerimaan pajak. Untuk mengharapkan sektor ini, menurut dia, juga masih belum meyakinkan guna menambah uang pemerintah.

Bebani Industri Rokok, Pemerintah Didesak Batalkan Pasal Tembakau di RPP Kesehatan

“Secara histori kita ini kan sepuluh tahun terakhir tidak pernah mempunyai reputasi untuk mencapai (target pajak), apalagi dalam situasi seperti ini, pasti tidak tercapai lagi,” tutur politikus Partai Golkar itu. 

Oleh karena itu, Misbakhun menegaskan, pemerintah harus pintar berhemat. Penerbitan surat utang pun harus dibarengi upaya menghemat komponennya.

“Mau tidak mau kita harus mengurangi komponen biaya penerbitan surat utang pemerintah,” ujarnya.

Dalam situasi saat ini, menurut dia, perlu bagi pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan yang konsisten dan bisa memberikan rasa kepercayaan diri kepada pihak lain. Maka, dia mengusulkan, agar konsep bagi beban atau burden sharing bisa dilakukan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam menambal defisit APBN. Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu mempertanyakan apakah konsep burden sharing hanya untuk APBN 2020 atau berlanjut hingga tahun depan. 

Andai dilanjutkan, Misbakhun meminta pemerintah dan BI membahasnya sejak awal. Sebab, jika disiapkan untuk tahun depan tapi tidak dibahas sejak awal, efeknya justru pada kepercayaan pasar.  

“Kalau policy itu diambil mendadak kemudian sinyal kepada masyarakatnya bersifat mendadak, ini akan menimbulkan risiko terhadap confidence di market,” ujarnya. 

Adapun peran menteri keuangan sebagai otoritas fiskal dalam penerapan burden sharing masih lebih menonjol ketimbang BI selaku pemegang kewenangan di bidang moneter. Menurutnya, instrumen moneter pun harus dioptimalkan.

“Instrumen kebijakan saat ini yang digunakan untuk mengatasi pembiayaan lebih heavy pada kebijakan fiskal. Harus lebih dioptimalkan kebijakan moneter sebagai instrumen mengatasi kondisi ekonomi yang sedang berat saat ini,” katanya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya