Industri Dalam Negeri Mulai Bergeliat, Impor Naik secara Bulanan

Ekspor-Impor
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Kinerja industri dalam negeri mulai membaik ditunjukkan dari meningkatnya geliat impor barang modal dan bahan baku pada September 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pada bulan tersebut tumbuh 7,71 persen dari catatan Agustus 2020.

Ini Harapan Industri Hulu Migas RI ke Prabowo Sebagai Presiden RI Selanjutnya

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, nilai impor pada bulan itu tercatat sebesar US$11,57 miliar sedangkan pada Agustus 2020 hanya US$10,74 miliar. Sementara itu, dibandingkan September 2019 yang sebesar US$14,26 miliar masih jauh lebih rendah.

Kenaikan impor pada September 2020 dibanding bulan sebelumnya tersebut, ditopang oleh naiknya impor minyak dan gas bumi atau migas sebesar 23,50 persen menjadi US$223,2 juta. Sedangkan nonmigas naiknya sebesar 6,18 persen menjadi US$605,3 juta.

Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Investasi Terus Masuk

Baca juga: Gempa 5,2 SR Mengguncang Aceh, Tidak Berpotensi Tsunami

Menurut penggunaan barangnya, Suhariyanto melanjutkan, impor barang konsumsi turun sebesar 6,12 persen dengan nilai US$1,12 miliar. Sementara itu impor bahan baku naik 7,23 persen dengan nilai US$8,32 miliar dan impor barang modal naik 19,01 persen menjadi US$2,13 miliar.

Sejumlah Kontrak Blok Migas Baru Bakal Diteken di IPA Convex 2024

"Tentu kita berharap kenaikan impor bahan baku dan barang modal berpengaruh positif terhadap geliat industri dalam negeri dan juga berpengaruh ke komponen investasi," katanya, Kamis, 15 Oktober 2020.

Berdasarkan jenis barangnya peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya impor minyak mentah senilai US$49,3 juta atau sebesar 22,38 persen, hasil minyak senilai US$147,0 juta atau sebesar 25,96 persen dan gas senilai US$26,9 juta atau sebesar 16,48 persen.

Adapun barang-barang non-migas yang meningkat tinggi, utamanya berasal dari golongan mesin dan peralatan mekanis senilai US$104,2 juta, diikuti oleh besi dan baja US$84,4 juta, mesin dan perlengkapan elektrik US$81,5 juta, serealia US$68,7 juta serta kendaraan dan bagiannya US$64,3 juta.

"Disebabkan oleh naiknya nilai impor beberapa negara utama seperti Jepang US$208,3 juta, Korea Selatan US$150,5 juta, dan Tiongkok US$148,6 juta," ujar Suhariyanto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya