Rasio Pajak Rendah, Sri Mulyani Tetap Ingin Tebar Insentif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa rasio pajak atau tax ratio pada 2021 sudah sangat rendah, yakni di level bawah 9 persen. Tax ratio adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).

Alasan Sakit, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir Panggilan KPK

Sri menekankan, rendahnya tax ratio pada tahun ini disebabkan pandemi COVID-19 yang terus menekan perekonomian dalam negeri. Di sisi lain, pemerintah terus melakukan kebijakan ekspansi fiskal guna mendukung daya tahan perekonomian dan dunia usaha.

"Tax rasio kita turun di bawah 9 persen namun pada saat kita menghadapi tekanan luar biasa kita harus beri insentif agar wajib pajak dan dunia usaha bisa survive," kata dia di acara Ditjen Pajak, Senin, 24 Mei 2021.

Luhut Sebut Apple Bakal Investasi Besar: Tim Cook Baru Sadar RI Potensial

Baca juga: Tax Amnesty Jiid II, HIPMI Ingatkan Potensi Melebarnya Gini Ratio

Sri menekankan, di tengah turunnya penerimaan negara, pemerintah masih terus menebar insentif fiskal karena pilihannya hanya tinggal satu, yakni menyelamatkan perekonomian seluruh wajib pajak. Akibatnya instrumen fiskal harus dikorbankan.

Antisipasi Dampak Buruk Konflik Iran-Israel, Pemerintah Wajib Simak 3 Saran Kebijakan Ekonomi Ini

"Karena pilihannya adalah survivebility dari wajib pajak, perekonomian kita, masyarakat kita karena keamanan dan keselamatan negara dan ekonomi utama maka instrumen harus berkorban," tegas Sri.

Oleh sebab itu, pengelolaan yang secara hati-hati dan terukur terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikatakannya menjadi sangat penting saat ini. Terutama supaya keuangan negara bisa kembali disehatkan dengan cepat.

"Di situ letaknya kita harus melakukan pengelolaan yang luar biasa teliti bagaimana pengorbanan ini bisa berhasil pulihkan ekonomi dan kemudian instrumen kita kembalikan kesehatannya," tutur Sri.

Adapun strategi utama untuk memulihkan instrumen fiskal ke depannya, kata dia, Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal harus bisa mendiagnosa dan mengkalkulasi detail langkah penyehatan fiskal, termasuk dengan metode komparasi kebijakan negara lainnya.

"DJP bersama-sama BKF untuk melihat apa yang seharusnya diperbaiki dari sisi policy dan regulasi, diagnosa secara detail, dikalkulasikan, kita juga lihat dan komparasikan dengan praktik di negara-negara lain," papar dia.

Sebagai informasi, sebelumnya Sri telah mengatakan bahwa rasio pajak untuk tahun anggaran 2021 hanya mencapai 8,25-8,63 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Target tersebut jauh lebih rendah dari realisasi 10 tahun terakhir.

Berdasarkan data DJP, pada 2010 realisasi rasio pajak 12,9 persen, 2011 13,8 persen, 2012 14 persen, 2013  13,6 persen, 2014 13,1 persen, 2015 11,6 persen, 2016 10,8 persen, 2017 10,7 persen, 2018 11,4 persen, 2019 10,73 persen dan 2020 ditargetkan 11,5 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya