OJK Godok Panduan Manajemen Risiko Perubahan Iklim Industri Keuangan

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA – Ancaman perubahan iklim menjadi sorotan berbagai pihak saat ini. Seluruh kegiatan bisnis pun didorong untuk menerapkan ekonomi hijau dan berkelanjutan guna mencegah dampak buruk dari fenomena tersebut, termasuk di industri keuangan.

Bukan International Moneteri Fund, Sandiaga Ungkap 84 Persen UMKM Andalkan IMF untuk Permodalan

Hal tersebut jadi salah satu yang mendasari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusun panduan manajemen risiko terkait perubahan iklim. Panduan ini nantinya mewajibkan semua pelaku sektor jasa keuangan mempunyai pedoman internal dan tencana bisnis yang terkait dengan pelaksanaan berbagai kebijakan keuangan berkelanjutan. 

“OJK akan memasukkan risk management on climate change ini sebagai salah satu basis dalam pengawasan lembaga keuangan dan perbankan,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam acara webinar SAFE Forum 2021, Kamis, 26 Agustus 2021.

Utang Pemerintah Maret 2024 Turun Jadi Rp 8.262 Triliun, Begini Rinciannya

Menurut Wimboh, inisiatif keuangan berkelanjutan sudah harus dilakukan industri saat ini. Karena, ke depannya bisa menimbulkan biaya yang lebih mahal yang harus dibayarkan industri.

Baca juga: Jangan Anggap Remeh, 1,5 Miliar Pekerja Terancam Perubahan Iklim

Ringankan APBN, Indonesia Re Godok Skema Pembiayaan Rekonstruksi Akibat Bencana

Lebih lanjut Wimboh mengatakan, rencana itu merupakan bagian dari peta jalan atau Roadmap Keuangan Berkelanjutan tahap II (2021-2025). Sehingga diharapkan bisa segera diimplementasikan.

Daam kesempatan itu, OJK juga mengapresiasi para pelaku sektor keuangan yang telah menjadi pelopor pembiayaan berkelanjutan atau green financing di Indonesia. Antara lain BUMN PT SMI yang telah menerbitkan obligasi hijau (green bond) sebesar Rp500 miliar. 

Kemudian, Bank BRI yang menerbitkan sustainability green bond sebesar US$1,92 miliar. Serta, Bank Mandiri dengan green bond senilai US$300 juta. Dan perbankan swasta Bank DBS Indonesia, yang juga telah menjalankan komitmen untuk mengedepankan pendanaan hijau atau berkelanjutan. 

Corporate Banking Director PT Bank DBS Indonesia Kurnady Lie mengungkapkan sejak 2017 pihaknya sudah mulai menginisiasi sustainable financing. Lalu pada tahun 2021, DBS secara keseluruhan telah membiayai 9,6 miliar dolar Singapura dengan skema pembiayaan hijau dan mentargetkan menggelontorkan sustainable financing ini sebesar 50 miliar dolar Singapura pada 2024.

Di Tanah Air, DBS pun telah menerbitkan green bond sebesar Rp500 miliar lebih bagi perusahaan bidang geothermal. Selanjutnya awal tahun ini membantu sebuah perusahaan pakan ternak menerbitkan sustainability link bond sebesar US$350 juta.

“Jadi kami sangat aktif, dan ke depan kami berharap lebih banyak menggarap green financing ini,” kata Kurnady di acara webinar yang sama.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruzad menjelaskan, upaya SMI menerbitkan obligasi hijau pertama di Indonesia pada 2018 merupakan bagian dari upaya diversifikasi sumber-sumber pendanaan. 

“Hasilnya memang tidak besar, penerbitan pertama Rp 500 miliar. Tapi itu akan mendorong kami untuk melakukan penyaluran pembiayaan ke arah proyek-proyek yang sifatnya lebih ramah lingkungan,” ujar Edwin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya