Solar Bersubsidi Langka Dipicu Disparitas Harga Sangat Tinggi

SPBU kehabisan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi Bio Solar. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

VIVA – Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi saat ini mulai langka di berbagai daerah. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, fenomena itu dipicu disparitas harga antara solar subsidi dengan solar non subsidi yang sangat tinggi.

BBM Ini Bukan Pengganti Pertalite, Petugas SPBU Salah Sebut

Akibat disparitas harga tersebut, pengguna solar yang utamanya didominasi truk ikut mengantre. Semestinya, lanjut dia, solar subsidi tidak diperuntukkan bagi truk.

“Solar subsidi di angka Rp5.050 sedangkan solar non subsidi untuk Dexlite aja itu hampir Rp12.000 an memang disparitas harganya sangat jauh. Yang ngantre-ngantre ini adalah truk-truk yang bukan semestinya. Bukan yang seharusnya menerima subsidi, misalnya truk pertambangan, truk perkebunan, ataupun truk tanah yang memang tidak seharusnya menggunakan solar subsidi,” jelas Mamit saat dihubungi VIVA, Selasa 29 Maret 2022.

Terpopuler: Ada Kabar Gembira soal BBM Pertalite, Motor Bebek Paling Mahal di RI

Petugas mengisi bahan bakar jenis solar di salah satu SPBU kawasan Bogor

Photo :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Mamit melanjutkan, hal itu yang saat ini menjadi permasalahan mendasar sehingga solar subsidi menjadi langka. Selain, penerima subsidi yang bukan semestinya juga terdapat pelangsir atau pedagang bensin eceran yang membeli solar subsidi yang kemudian dijual kembali kepada masyarakat.

Kabar Gembira untuk Konsumen BBM Pertalite yang Dijual Rp10 Ribu per Liter

“Banyak juga pelangsir-pelangsir yang membeli solar subsidi terus dijual lagi. Ya, karena memang mereka akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Karena tadi perbedaan harganya yang cukup tinggi sekali,” ujarnya.

Kemudian, Mamit menjelaskan, kelangkaan solar juga terjadi karena pemerintah sebelumnya telah mengurangi kuota, yang di tahun sebelumnya sebanyak 15,8 juta kiloliter (kl). Dan di 2022 hanya sebesar 15,1 juta kl.

“Jadi adanya pengurangan kuota tersebut berdampak terhadap pengurangan jumlah kuota yang harus dikirimkan sampai ke daerah atau pun yang diterima oleh daerah. Walaupun tadi malam DPR sudah sepakat menambah kuota, solar subsidi tahun ini,” terangnya.

Penambahan Kuota Solar Subsidi Jadi Beban APBN

Mamit melanjutkan, penambahan kuota solar bersubsidi juga bisa menjadi beban bagi APBN Indonesia. 

“Saya kira ini juga akan menjadi beban juga bagi APBN kita, karena penambahan kuota ini pasti akan menambah beban berat terhadap APBN kita terutama sektor subsidi BBM,” lanjutnya.

Meski demikian, Mamit menyarankan kepada pemerintah untuk ke depannya subsidi solar dilakukan dengan tepat sasaran. Dengan peraturan yang harus lebih diperketat, dan lebih jelas.

“Karena saat ini tidak ada aturan yang melarang penggunaan solar subsidi. Ada, tetapi hanya dibatasi misalnya untuk kendaraan di atas roda 6, terus pengawasan di lapangan juga tidak terlalu ketat ya,” jelas Mamit.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya