Keputusan Baru Tarif Bea Masuk Netflix hingga Spotify dari WTO, Simak!

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA – Pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-12 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sepakat untuk memperpanjang moratorium tarif e-commerce. Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono.

Tanpa Dialog, Film Thriller 'Monster' Tayang di Netflix Mulai 16 Mei 2024

Djatmiko mengatakan, perpanjangan akan dilakukan hingga KTM ke-13 yang direncanakan akan dilaksanakan di bulan Desember 2023. Dengan begitu, maka platform streaming seperti Spotify hingga Netflix belum dikenakan tarif tambahan atau bebas bea masuk.

“Kesepakatan akan diperpanjang hingga di KTM ke-13. Setelah itu mungkin kalau tidak ada kesepakatan atau keputusan lain maka moratorium ini akan berakhir di Maret 2024,” ujar Djatmiko dalam Media Briefing terkait hasil KTM WTO ke-12 di Jenewa, Senin 27 Juni 2022.

Tarif Bus Transjakarta Rp3.500 Rute Kalideres-Bandara Soetta Berlaku 1 Mei 2024

Baca juga: Konsumen Solar Subsidi-Pertalite Harus Daftar MyPertamina Mulai Juli

Sudah Berkali-kali Diperpanjang

Viral Beli Sepatu Bola Rp10 Juta, Kena Pajak Rp31 Juta, Ini Kata Bea Cukai

Netflix.

Photo :
  • Study Breaks Magazine

Djatmiko menjelaskan, pada perpanjangan moratorium pengenaan bea masuk untuk produk-produk e-commerce sebenarnya sudah berkali-kali diperpanjang. Di mana pada 1998, anggota WTO mulai menyepakati perpanjangan moratorium.

“Kalau tidak salah sejak 1998 itu ada kesepakatan bahwa member WTO sepakat untuk tidak mengenakan bea masuk ataupun impor terhadap produk yang ditransaksikan, ataupun transaksi melalui elektronik itu tidak dikenakan termasuk produknya,” jelasnya.

Beberapa Negara Sebetulnya Butuh Agar Moratorium Tidak Diperpanjang

Meski demikian, dia mengungkapkan dengan perkembangan dinamika yang saat ini juga ada suatu pandangan bahwa dengan kondisi tersebut, moratorium tidak perlu diperpanjang.

“Karena sebagai contoh banyak ada beberapa negara-negara berkembang ataupun yang LDC itu mereka masih sangat tergantung aspek revenue-nya, dari pengenaan bea masuk yang mereka terapkan. Dengan adanya moratorium mereka tentunya tidak bisa mengenakan terhadap sektor e-commerce,” terangnya.

Djatmiko mencontohkan, negara seperti di Asia Selatan (Sri Lanka) yang saat ini kondisi ekonominya sedang tidak baik, sebetulnya mengharapkan moratorium tidak diperpanjang.

“Mereka mengharapkan ini bisa menjadi salah satu sumber dari sektor fiskal pemerintah,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya