Tantang 100 Ekonom Prediksi Harga Minyak, Menkeu: Ngitungnya Gimana?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menantang para ekonom untuk meramal harga minyak dunia di 2023. Sebab saat ini harga minyak mentah dunia masih dalam posisi ketidakpastian.

Sri Mulyani Pede Inflasi Melandai di Kuartal-II 2024 Seiring Turunnya Harga Beras

"Saya tanya nih ke 100 ekonom, proyeksi minyak anda tahun depan seperti apa? Caranya ngitungnya gimana? Saya pingin tahu," kata Sri Mulyani di hadapan para ekonom di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia ‘Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia’, Rabu 7 September 2022.

Foto ilustrasi minyak dunia

Photo :
Menkeu Sebut Jumlah Dana Pemda Mengendap di Bank Capai Rp 180,9 Triliun

Ani begitu sapaan akrabnya menjelaskan, untuk anggaran subsidi energi di 2023 saat ini masih dalam pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam hal ini anggaran subsidi lebih dari Rp 340 triliun dengan asumsi minyak di kisaran US$90 per barel.

"Kita belum selesai bicara dengan DPR, subsidi yang akan kita sediakan di tahun depan lebih dari Rp 340 triliun, itu dengan asumsi bahwa harga minyak di kisaran US$90 per barel. Tentu kita juga melihat ketidakpastian mengenai outlook dari harga minyak," jelasnya.

Salurkan Gaji hingga THR PNS, Sri Mulyani Sudah Gelontorkan Rp 70,7 Triliun

Kemenkeu Gunakan Data Agency

Ani mengatakan, pada perhitungan harga minyak tersebut Kementerian Keuangan menggunakan data kredibel di antaranya melalui International Energy Agency (IEA) dan konsensus Bloomberg.

"Kita juga di Kemenkeu mencoba, satu, pasti menggunakan data dari agency yang memang autoritatif di bidang minyak seperti International Energy Agency bahkan melihat Bloomberg konsensus," kata Ani.

"Kita juga lihat banyak outlook, tapi paling tidak kita mengidentifikasi dua faktor yang akan sangat dominan memengaruhi harga minyak termasuk komoditas di tahun depan," tambahnya.

Ani menuturkan, harga minyak dunia akan turun jika negara maju masuk ke jurang resesi. Karena dengan itu permintaan akan turun, dan mengakibatkan harga ikut turun.

"Harga mungkin akan turun, tidak lagi mencapai di atas US$100 per barel," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya