Konsumen Tembakau Minta Dilibatkan saat Buat Kebijakan

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA Bisnis – Pemerintah diminta tetap melibatkan konsumen tembakau saat membuat kebijakan. Ketua Bidang Advokasi dan Pendidikan Konsumen dari Pakta Konsumen, Ary Fatanen berpendapat, selama ini perokok dan konsumen produk tembakau hanya dijadikan objek dalam implementasi regulasi pertembakauan. 

Bukan Dibakar, Begini Cara Buktikan Keaslian Madu Murni

Sekitar 69,1 juta perokok dan konsumen produk tembakau, sampai saat ini dinilai belum mendapatkan hak partisipatif dan hak advokasinya. Termasuk dalam penentuan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT).

"Konsumen produk tembakau selama ini diabaikan. Perokok dan konsumen produk tembakau belum dipandang sebagai subjek oleh pemerintah, hanya sekadar objek," kata Ary dalam keterangannya, Rabu 21 September 2022.

Kenaikan Tarif Cukai Disarankan Moderat Menyesuaikan Inflasi agar Tidak Suburkan Rokok Ilegal

Dia menjelaskan, hal tersebut misalnya mulai dari proses penentuan kebijakan, hingga implementasi regulasi terkait para konsumen rokok tersebut. Pemerintah dinilai hanya melihat konsumen rokok sebagai wajib pajak, yang hak partisipatif dan advokasi konsumennya tidak diakomodir.

Ilustrasi merokok.

Photo :
  • Dok. Istimewa
Bergerak Cepat, Bea Cukai Kudus Kembali Temukan Dua Bangunan Tempat Produksi Rokok Ilegal

Sehingga, Ary menilai bahwa pihak yang sebenarnya kecanduan rokok itu adalah pemerintah. Di mana, pemerintah dinilai candu atas cukai rokok yang terus dinaikkan, sebagai salah satu instrumen penerimaan negara. Namun nyatanya pemerintah belum bisa memaksimalkan peran litigasi dan non-litigasinya, dalam melindungi dan mengakomodir hak-hak perokok dan konsumen produk tembakau.

"Apa hal yang riil yang telah dinikmati konsumen produk tembakau? Mulai dari hak kenyamanan atau hak tidak diperlakukan diskriminatif yang masih dirasakan. Perokok dan konsumen produk tembakau belum dipandang sebagai warga negara seutuhnya oleh pemerintah," ujarnya.

Ary menekankan, hal ini tidak terlepas karena hak-hak partisipatif dan advokasi para konsumen rokok, belum diakomodir secara maksimal. "Sehingga konsumen produk tembakau sering distigma sebagai beban negara, atau warga negara kelas dua," kata Ary.

Sebagai lembaga swadaya, Pakta Konsumen menurutnya akan selalu berupaya mengadvokasi para perokok dan konsumen di ekosistem pertembakauan, untuk berperan aktif menyuarakan hak-hak mereka.

Sebagai wajib pajak yang telah taat membayarkan cukai, selama ini perokok dan konsumen produk tembakau justru lebih sering menerima ketidakadilan dari implementasi regulasi. Di antaranya yakni Perda Kawasan Tanpa Rokok, rencana kenaikan harga rokok seiring dengan rencana kenaikan cukai rokok 2023, hingga dorongan Revisi PP 109/2012. 

"Bahkan ada sekitar 300 regulasi pertembakauan yang bersifat eksesif, dan seluruhnya sangat jauh dari pelibatan atau partisipasi konsumen. Poin-poin aturan dalam kebijakan maupun regulasi yang ada, sangat ketat, melarang, hingga bersifat menekan para perokok dan konsumen produk olahan tembakau," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya