Sri Mulyani Sebut Dunia Resesi 2023, Bagaimana Kekuatan Ekonomi RI?

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dunia akan memasuki jurang resesi di tahun 2023. Sebab, tingginya angka inflasi, telah memicu bank sentral negara maju menaikkan suku bunga acuannya.

Forum Investor di Abu Dhabi, Menteri Sandiaga Beberkan Keuntungan Investrasi Parekraf di Indonesia

Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan suku bunga di antaranya dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed yang sudah menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin selama tiga kali berturut-turut. Kemudian suku bunga acuan Inggris sebesar 2,25 persen atau naik 200 basis point (bps)

"Kalau bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama, dunia mengalami resesi di 2023. Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita dikutip, Rabu 28 September 2022.

Profesor Ilmu Politik Sayangkan jika Sri Mulyani Jadi Calon Kepala Daerah

Menteri Keuangan, Sri Mulyani di APBN Kita.

Photo :
  • istimewa

Sementara itu, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyebutkan di tengah jurang resesi itu. Untuk kekuatan ekonomi Indonesia pada produk domestik bruto (PDB) di 2021 sebesar Rp 16.970,8 triliun atau masuk ke dalam 20 besar ekonomi dunia.

Harga Emas Hari Ini 10 Mei 2024: Produk Global dan Antam Meroket

"Pertumbuhan ekonomi tahun 2021 tercatat sebesar 3,69 persen. Tren pertumbuhan ini terus terjaga sampai dengan kuartal I-2022 yang mencapai 5,01 persen, dan kembali naik di kuartal kedua menjadi sebesar 5,44 persen," kata Ajib.

Ajib menjelaskan, dengan kontraksi ekonomi global yang saat ini sedang terjadi, ke dalam negeri akan merembet utamanya ke sisa ekspor dan impor. Serta kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) terutama yang terkait dengan bahan baku impor.

"Di sisi akibat kebijakan domestik, kebijakan fiskal adanya kenaikan pajak PPN dan kenaikan BBM subsidi, serta kebijakan moneter meningkatnya suku bunga acuan, akan membuat tekanan terhadap daya beli. Dan selanjutnya akan berimbas pada sektor manufaktur," jelasnya.

Ajib menuturkan, untuk efek jangka pendek akibat menurunnya data beli masyarakat Pemerintah memitigasinya dengan paket program Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama empat bulan ke depan, sejak kebijakan kenaikan harga BBM.

Lebih lanjut Ajib menyarankan, Pemerintah dalam jangka pendek untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai penyumbang signifikan PDB Indonesia. Secara jangka panjang, Pemerintah harus konsistensi menaikkan nilai tambah hilirisasi.

"Pemerintah harus fokus dengan kegiatan ekonomi yang bisa mensubstitusi impor. Dan berorientasi pada ekspor yang sudah mempunyai nilai ekonomi tinggi," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi global

Photo :

Ajib menegaskan, perekonomian tidak bisa dibiarkan bergerak dengan bebas dan dengan sendirinya. Karena harus ada intervensi regulasi dari pemerintah agar perekonomian terus bergerak ke arah yang positif dan konsisten.

"Dengan sumber daya yang ada, dan konsistensi kebijakan dari pemerintah yang pro dengan pertumbuhan dan pemerataan, justru ekonomi Indonesia akan bertambah kuat ketika dunia dalam ancaman resesi ekonomi," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya