Soal Pensiun Dini PLTU Batu Bara dan Transisi Energi, RI Tidak Ikut Pola Negara Lain

Menteri BUMN Erick Thohir.
Sumber :
  • Dok. Kementerian BUMN

VIVA Bisnis – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menegaskan, terkait transisi energi, Indonesia tidak akan mengikuti pola yang diterapkan di negara lain. Sebab, Erick mengatakan bahwa transisi energi ke EBT di Tanah Air akan dilakukan dengan melihat kondisi faktual yang ada di lapangan, yang tentunya akan sangat berbeda dengan kondisi di negara lain.

Erick Thohir Beberkan 'Kunci Sukses' Timnas Indonesia ke Media Asing

"Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi," kata Erick dalam keterangannya, Rabu 7 Desember 2022.

Ilustrasi PLTU

Photo :
  • Harry Siswoyo/VIVAnews.
Erick Thohir : Satu Game Lagi Sudah Kunci ke Olimpiade, Kalau Dua Game Kita Juaranya

Erick mengatakan, dia pernah menyampaikan hal ini saat Rapat Dengar Pendapat di DPR RI pada akhir November 2022 lalu. Dalam rapat itu, Erick mengaku telah memaparkan bahwa transisi menuju EBT harus dilakukan dengan cara Indonesia. Karena, 75 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan merupakan bentuk kepulauan. 

"Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita ini kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting," ujarnya.

Erick Thohir: Generasi Emas Timnas Indonesia Terus Ciptakan Sejarah Baru

Menurutnya, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

"Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," kata Erick.

Menurut Erick, transisi menuju EBT di Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara lain, karena perlu juga dilihat takaran harga jualnya hingga ke masyarakat. Jika terlalu mahal, maka rakyat lah yang akan menanggungnya. 

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," ujarnya.

Diketahui, cetak biru penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas total 15 Giga Watt (GW), akan terus dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi pengembangan EBT, seperti misalnya panas bumi yang berpotensi menghasilkan energi sebesar 24 GW. Hal itu belum termasuk potensi pengembangan EBT dari tenaga angin, air, hingga matahari. 

Soal Pensiunkan PLTU Batu Bara dan Transisi Energi, Erick Thohir: RI Tidak Ikut Pola Pikir Negara Lain 

Erick Thohir: Transisi EBT Indonesia Tidak Ikuti Pola Negara Lain

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menegaskan, pola transisi energi dari energi berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) yang akan dilakukan Indonesia, tidak akan mengikuti pola yang diterapkan di negara lain.

Sebab, Erick mengatakan bahwa transisi energi ke EBT di Tanah Air akan dilakukan dengan melihat kondisi faktual yang ada di lapangan, yang tentunya akan sangat berbeda dengan kondisi di negara lain.

"Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi," kata Erick dalam keterangannya, Rabu 7 Desember 2022.

Erick mengatakan, dia pernah menyampaikan hal ini saat Rapat Dengar Pendapat di DPR RI pada akhir November 2022 lalu. Dalam rapat itu, Erick mengaku telah memaparkan bahwa transisi menuju EBT harus dilakukan dengan cara Indonesia. Karena, 75 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan merupakan bentuk kepulauan. 

"Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita ini kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting," ujarnya.

Menurutnya, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

"Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," kata Erick.

Menurut Erick, transisi menuju EBT di Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara lain, karena perlu juga dilihat takaran harga jualnya hingga ke masyarakat. Jika terlalu mahal, maka rakyat lah yang akan menanggungnya. 

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," ujarnya.

Diketahui, cetak biru penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas total 15 Giga Watt (GW), akan terus dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi pengembangan EBT, seperti panas bumi yang berpotensi menghasilkan energi sebesar 24 GW. Hal itu belum termasuk potensi pengembangan EBT dari tenaga angin, air, hingga matahari.

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya