Karena Kondisi Ini, Konsumsi RI 2023 Diprediksi Akan Melambat

Belanja saat Promo Superindo.
Sumber :
  • VIVA/Dusep Malik

VIVA Bisnis – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kenaikan upah minimum 2023 yang masih rendah dibandingkan dengan inflasi daerah akan menyebabkan konsumsi 2023 melambat dibandingkan 2022.

Pantau Hotel & Dapur di Madinah, Menag Pastikan Fasilitas Layanan Jemaah Lansia

Bhima menjelaskan, hal itu karena 40 persen kelompok menengah dan 40 persen terbawah berkontribusi terhadap 53,7 persen dari total konsumsi nasional.

"Data terakhir BPS per Maret 2022 kelompok 40 persen menengah dan 40 persen terbawah berkontribusi terhadap 53,7 persen total konsumsi nasional," ujar Bhima saat dihubungi VIVA Bisnis, Rabu 14 Desember 2022.

IISM dan Indonesia Cold Chain Expo 2024 Tawarkan Inovasi Teknologi Rantai Pasokan Bisnis makanan

Baca juga: Diterpa Isu KUHP Baru, Pergerakan WNA di Bandara Soetta Tak Terdampak dan Justru Meningkat

Bhima menuturkan, untuk pengeluaran konsumsi tersebut didominasi oleh bahan makanan hingga transportasi masyarakat.

SKYEGASM Senses Experience: Sensasi Kulineran Padukan Rasa, Aroma, Sentuhan dan Pandangan

"Dominasi bahan makanan, transportasi, pembelian pulsa, perumahan dan sebagainya," kata dia.

Sebelumnya Bhima mengatakan kenaikan upah minimum 2023 masih sangat rendah dibandingkan dengan inflasi di berbagai daerah. Dengan rendahnya kenaikan UMP itu, daya beli atau konsumsi masyarakat pada 2023 tidak akan efektif.

"Padahal, tahun depan ini fokus dari pemulihan ekonomi adalah pasar domestik. Karena tekanan ancaman resesi itu berpengaruh terhadap kinerja di sektor ekspor atau sektor yang berkaitan dengan perdagangan luar negeri," jelasnya.

Pelanggan belanja harga spesial di Superindo.

Photo :
  • VIVA/Dusep Malik

Menurutnya, pelaku usaha sangat mengharapkan konsumsi domestik naik pada 2023. Namun, dengan kenaikan upah minimum yang rendah harapan tersebut tidak akan tercapai, bahkan diperkirakan konsumsi pada 2023 akan rendah dibandingkan tahun ini.

"Upah minimum ini untuk menjaring kelas menengah bawah, sehingga mendapatkan tambahan daya beli. Kalau upah minimum terlalu rendah efeknya adalah konsumsi (2023) secara agregat bisa jadi lebih lambat dibandingkan 2022," imbuhnya.

Dengan demikian, Bhima menuturkan upah minimum tidak dapat diharapkan sebagai stimulus untuk pemulihan ekonomi Indonesia pada 2023.

"Maka harus ditambah dengan bantuan subsidi upah terutama kepada pekerja di sektor informal. Perluasan subsidi upah ini penting agar para pelaku usaha juga tidak melakukan PHK massal," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya