Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Paling Mahal di Asia Tenggara, Kadin: Bisa Jadi Ancaman Petani

Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA Bisnis – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengingatkan, Indonesia perlu mewaspadai dampak disparitas harga beras yang terlalu tinggi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bank Dunia, harga beras Indonesia paling mahal jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.

Sri Mulyani Pede Inflasi Melandai di Kuartal-II 2024 Seiring Turunnya Harga Beras

Arsjad berpendapat, jika perbedaan harga beras di dalam negeri dengan harga di luar negeri terlalu besar, hal itu akan menimbulkan kecenderungan beras impor lebih murah. Sehingga, keinginan untuk mendatangkan beras dari luar negeri akan sangat tinggi.

"Kondisi ini bisa memberikan ancaman bagi petani. Apalagi, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog mengimpor beras sebanyak 200 ribu ton hingga akhir 2022, untuk memenuhi stok beras nasional di gudang Bulog," kata Arsjad dalam keterangannya, Kamis, 29 Desember 2022.

Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Butuh 6,7 Juta Ton Beras per Tahun

Ilustrasi beras Bulog

Photo :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Dia menambahkan, stok beras impor itu rencananya hanya akan digunakan pada kondisi tertentu, seperti misalnya penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan, dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya.

Mendag Zulhas Tegas Tolak Impor Bawang Merah di Tengah Lonjakan Harga

"Penggunaannya pun akan diawasi secara ketat, untuk memastikan tidak ada yang masuk ke pasar," ujarnya.

Arsjad menambahkan, dampak disparitas harga ini dipicu oleh kebijakan impor beras yang muncul, ketika Bulog mencatat stok beras di gudangnya susut dari 1 juta ton di awal 2022 menjadi hanya 587 ribu ton pada November 2022.

Karena harus melakukan intervensi pasar selama musim paceklik 3-4 bulan ke depan serta mengantisipasi kebutuhan untuk bencana alam, Bulog pun harus mengisi stok beras hingga ke tingkat yang aman yakni sekitar 1,5 juta ton. Namun, saat Bulog mencoba mengadakan stok beras dari pasar domestik, mereka kesulitan mendapatkannya walaupun regulasi harga patokannya sudah direlaksasi.

"Maka opsi lain adalah impor. Inilah yang jadi sumber ketidaksepahaman antara Bulog dan Badan Pangan Nasional dengan Kementerian Pertanian," kata Arsjad.

Dia menegaskan, Indonesia sejatinya telah mewujudkan swasembada beras pada periode 2019-2021 lalu. Pada periode ini, Indonesia hanya mendatangkan beras khusus yang tidak ditanam di Indonesia, dan umumnya hanya diperuntukkan bagi hotel, restoran, hingga pelaku bisnis katering. Berdasarkan data BPS, Indonesia mengimpor beras khusus mencapai 407,7 ribu ton pada 2021, atau naik dari tahun 2020 yang hanya 356,3 ribu ton.

"Pemerintah akhirnya menilai impor beras dibutuhkan, untuk menstabilkan harga yang merangkak naik di tingkat konsumen. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mendata, secara nasional harga beras medium di tingkat pasar tradisional per Selasa, 6 Desember 2022 berkisar antara Rp 12.200 per kilogram (kg) hingga Rp 12.400 per kg. Cenderung naik sejak awal Juli 2022 yang masih berkisar Rp 11.550 per kg–Rp 11.750 per kg," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya