Genjot Pengembangan Ekonomi Sirkular, Industri Daur Ulang RI Terganjal Hal ini

- Istimewa
VIVA Bisnis – Indonesia dinilai memiliki sejumlah tantangan yang besar dalam mengembangkan ekomomi sirkular saat ini. Salah satunya adalah masih memiliki kekurangan untuk memperoleh bahan baku jenis polyethylene terephthalate (PET).
Hingga saat ini diketahui, industri daur ulang belum memperoleh bahan baku jenis plastik PET yang dibutuhkan dari dalam negeri. Akibatnya, industri daur ulang harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun. Bahkan, permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi 8 juta ton pada tahun 2025.
Sebagai informasi, kemasan botol dan galon plastik PET sekali pakai sering dituding sebagai sampah tak berguna. Padahal faktanya, sampah plastik jenis PET ini adalah bahan baku penting dalam industri daur ulang. Sampah plastik jenis PET berperan besar dalam ekonomi sirkular di Indonesia dan bisa ikut membantu menyelesaikan persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Ilustrasi ekonomi sirkular.
- LITE are specialists in LED lighting
“Tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang,” tulis paparan laporan lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) dikutip VIVA, Jumat, 13 Januari 2022.
Survei SWI juga menjabarkan, kemasan plastik minuman ringan pasca-konsumsi sudah memiliki rantai daur ulang yang mature (stabil). Selain itu jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30 persen sampai 48 persen dari total penghasilan para pengumpul sampah.
Saat ini, semua AMDK bermerek, dari market leader sampai produsen tingkat lokal, menggunakan kemasan plastik jenis PET untuk kemasan botol air minum. Namun, secara kuantitas jumlah sampah plastik PET untuk industri daur ulang ternyata masih belum mencukupi di dalam negeri.