Logo BBC

40 Wanita Nekat Salat Gabung Laki-laki di Masjid

Perempuan di Istanbul, Turki memprotes aturan tabir atau pembatas di area beribadah di masjid. - BBC
Perempuan di Istanbul, Turki memprotes aturan tabir atau pembatas di area beribadah di masjid. - BBC
Sumber :
  • bbc

Masjid umumnya memiliki area khusus bagi perempuan di belakang saf atau di lantai dua. Namun, kaum perempuan di Turki ingin beribadah bersama makmum pria dan bukan ditempatkan terpisah di belakang atau di lantai dua.

Berawal pada bulan Maret lalu, seorang perempuan dikeluarkan dari masjid karena menentang aturan tersebut.

Perempuan itu tak terima, dan menolak untuk tinggal diam. Dia pun mengajak kawan-kawannya untuk melakukan gerakan yang memprotes diskriminasi area beribadah di masjid.

Lalu muncullah gerakan `Perempuan di Masjid` untuk menentang pemisahan antara laki-laki dan perempuan di tempat salat di masjid.

Sejumlah perempuan di Istanbul menggelar protes di berbagai masjid, mereka memprotes aturan tabir atau pembatas dan area khusus bagi perempuan untuk beribadah.

"Ketika Anda salat dan berdoa di area khusus tanpa melihat imam atau jemaah lainnya Anda merasa terisolasi dari komunitas Anda sendiri," tutur Zeyne, salah seorang mahasiswi.

Sekitar 40 perempuan berkumpul di satu masjid dan salat di ruang utama bersama makmum pria, dan mereka melancarkan kampanye "Perempuan di Masjid."


Zayne, seorang mahasiswi mengatakan ketika salat di area khusus dirinya merasa terisolasi.

Eslem, seorang mahasiswi lainnya mempermasalahkan, bahwa di luaran kaum perempuan bisa belajar dan bekerja bersama kaum laki-laki, tapi ketika di masjid mereka (kaum perempuan) ditempatkan di bagian belakang.

"Saya bisa duduk bersebelahan dengan laki-laki di mana saja," katanya.

Bisa di kantor, di angkutan umum, di tempat kuliah, di berbagai kegiatan. "Tetapi situasi itu berubah di masjid," katanya.

"Terkadang saya tidak bisa menemukan tempat untuk salat dan tidak menikmati suasana masjid. Tidak seperti kaum pria, saya tidak bisa merasakan semangat beribadat berjemaah," tambahnya.


Eslem juga berpendapat dia bisa bekerja dan belajar bersama pria di masjid, namun situasi itu berubah ketika berada di masjid. 

Gerakan "Perempuan di Masjid" ini disambut positif oleh kaum perempuan di Istanbul. Sena, salah satunya mengungkapkan dirinya tidak berharap semua berubah secara instan, dia yakin suatu saat orang-orang akan melihat gerakan itu dengan lebih positif.

Kendati demikian dia mengutarakan akan ada beberapa kalangan yang tidak sepakat atau keberatan dengan gagasan kampanye ini.

Dan benar saja, apa yang dikhawatirkan Sena memang nyata. Salah satu keberatan itu datang dari kolumnis pro pemerintah, Hilal Kaplan.

"Saya tak paham mengapa ada yang memprotes hal itu," katanya.


Hilal Kaplan mengatakan perempuan harus menghargai hak "melihat tanpa terlihat." 

Dia berpendapat bahwa perempuan harus menyadari bahwa mereka memiliki hak `melihat tanpa terlihat,` yang menurutnya membuat perempuan `lebih berkuasa` daripada kaum pria.

"Menjadi berdaya dan berkuasa itu adalah menjadi subyek, bukan menjadi obyek," katanya. (ase)