- VIVA/Dinia Adrianjara
VIVA – Kerja sama ekonomi antara Indonesia dan negara-negara Islam di kawasan Asia hingga saat ini belum digarap secara maksimal. Padahal, potensi dan target pasar di kawasan tersebut sangat besar dan patut digarap secara lebih serius.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya, mengatakan, ada potensi besar untuk kerja sama ekonomi dengan negara-negara Islam di Asia. Namun, belum ada urgensi agar kerja sama tersebut segera dimaksimalkan.
"Presiden sudah mengatakan apa yang disebut dengan non-traditional market. Itu adalah negara-negara seperti di Asia Selatan, ada India, Pakistan, ada Afrika, juga negara-negara di Timur Tengah," kata Desra saat memberikan kuliah umum di UIN Sunan Gunung Jati, Bandung, baru-baru ini.
Asia Tengah, Asia Selatan, dan Timur Tengah merupakan pasar besar yang terdiri atas 35 negara, dengan total penduduk sebanyak 3,3 miliar jiwa. Namun, total perdagangan Indonesia dengan ke-35 negara di kawasan itu hanya 48 persen lebih besar dari total perdagangan RI-Amerika Serikat.
Total perdagangan Indonesia dengan 35 negara di tiga kawasan tersebut hanya sebesar US$37,2 miliar dibandingkan dengan Amerika Serikat (hanya satu negara) yang memiliki total perdagangan dengan Indonesia sebesar US$25,96 miliar.
"Selama ini mungkin kita puas bermain-main dengan pasar lama. Jadi no more. Sekarang kita sudah melihat pasar tradisional yang ada itu bisa dikatakan jenuh. Tapi kita bisa melihat kesempatan yang lain," ujar Desra.
Untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dengan pasar non-traditional tersebut, pemerintah Indonesia menerapkan beberapa strategi seperti memaksimalkan eksplorasi untapped markets, mengoptimalkan kerja sama bilateral dan melindungi investasi RI di negara-negara kawasan. (art)