Donald Trump Perang Lawan Media Sosial Pakai Executive Order

Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Sumber :
  • Twitter.com/@realDonaldTrump

VIVA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif (executive order) yang melucuti perlindungan atas perusahaan-perusahaan media sosial dari gugatan hukum terkait postingan para penggunanya di platform mereka. Kebijakan ini dipandang sebagai genderang perang Trump atas media sosial seperti Facebook dan Twitter

AS di Bawah Ancaman Serangan Siber China?

"Kita sudah muak," ujar Trump sebelum menandatangani Executive Order di Gedung Putih pada Kamis waktu setempat, 28 Mei 2020, seperti dikutip The Los Angeles Times.

Dengan perintah eksekutif itu, pengelola media sosial tidak akan mendapat lagi perlindungan hukum seperti yang diatur dalam Bagian 230 dari Undang-undang Kepatutan Komunikasi (Communications Decency Act). Menurut the Verge bagian 230 dari undang-undang itu menyatakan bahwa perusahaan internet memiliki kekebalan luas dari pertanggungjawaban atas konten terkait postingan para penggunanya.

PBB Sebut Rekonstruksi Pembangunan di Jalur Gaza Bisa Mencapai Rp 643 Triliun
>
PBB: Butuh Waktu 80 Tahun Untuk Bangun Semua Rumah yang Hancur di Gaza

Perlindungan itu lah yang dicabut Trump melalui kebijakan terbaru. Ini akan membuka jalan bagi Departemen Perdagangan dan Komisi Komunikasi Federal untuk menafsirkan kembali hukum sekaligus memungkinkan Komisi Perdagangan Federal AS membuat perangkat bagi pengguna media sosial untuk melaporkan konten online yang dianggap menyimpang.   

Trump mengklaim bahwa kebijakannya ini demi "melindungi kebebasan berpendapat dari salah satu bahaya terburuk yang terjadi dalam sejarah Amerika."

"Segelintir monopoli media sosial telah mengontrol bagian yang luas dari semua komunikasi publik dan pribadi di AS," kata Trump. "Mereka telah melepaskan kekuatan untuk menyensor, membatasi, mengedit, membentuk, menyembunyikan, mengubah secara virtual setiap bentuk komunikasi antara warga dan masyarakat pada umumnya," kata Trump, seperti dikutip stasiun berita CNN.

Kebijakan terbaru Trump itu muncul beberapa hari setelah Twitter menyebut dua dari cuitan-cuitannya "berpotensi menyesatkan" (misleading). Pada Selasa lalu, Twitter menerapkan periksa fakta (fact-check) atas dua cuitan Trump.

Salah satu cuitan Trump yang diperiksa Twitter itu terkait dengan klaimnya, yang tanpa didukung bukti, bahwa surat suara lewat pos untuk Pemilu akan mengarah pada kecurangan yang meluas. Trump pun membalas perlakuan Twitter dengan menuduh raksasa media sosial itu sudah semena-mena menyensor cuitannya dan dia mengancam akan menggunakan kekuatan pemerintahnya untuk membatasi bahkan bisa menutup Twitter. 

Sementara itu, Twitter menanggapi kebijakan Trump itu sebagai tindakan reaksioner dan politisasi atas hukum. "Bagian 230 dari undang-undang itu melindungi inovasi Amerika dan kebebasan berekspresi dan itu ditegakkan oleh nilai-nilai demokrasi. Upaya untuk menghapusnya secara sepihak mengancam masa depan kebebasan berbicara dan berinternet," demikian respons Twitter.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya