Logo BBC

Kisah Kudeta AS: Kala Supremasi Pulit Putih Gulingkan Kekuasaan

Getty Images via BBC Indonesia
Getty Images via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

"Besok kita akan menang, termasuk jika kita harus meraihnya dengan senjata," ujar Waddell dalam pidatonya.

Dan Partai Demokrat akhirnya memang meraih kemenangan dalam pemilihan negara bagian. Banyak pemilih dipaksa meninggalkan tempat pemungutan suara dengan todongan senjata.

Sebagian mereka juga enggan menggunakan hak pilih karena cemas menjadi target kekerasan.

Namun politisi dari kelompok fusi kulit hitam-kulit putih tetap berkuasa di Wilmington karena pemilihan pejabat pemerintahan kota baru akan bergulir tahun berikutnya.

Dua hari setelah pemilihan negara bagian, Waddell dan ratusan orang kulit putih, bersenjatakan senapan dan senjata Gatling, pergi ke pusat kota dan membakar kantor surat kabar Wilmington Daily Record.

Mereka kemudian berpencar ke seluruh kota untuk membunuh orang kulit hitam dan menghancurkan bisnis mereka.

Massa kulit putih itu terus membesar seiring berlalunya hari.

Saat penduduk kulit hitam melarikan diri ke hutan di pinggiran kota, Waddell dan kelompoknya berbaris ke balai kota. Sambil menodongkan senjata, mereka memaksa seluruh pejabat pemerintahan Wilmington mengundurkan diri.

Sore itu, Waddell ditetapkan sebagai wali kota.

"Itu adalah pemberontakan besar-besaran melawan pemerintah negara bagian dan pemerintah lokal," kata Profesor Gilmore.

AS, Capitol, Trump, Wilmington
Getty Images
Wilmington adalah kota dengan jumlah penduduk terbanyak kedelapan di North Carolina.

Dalam dua tahun kudeta itu, kaum supremasi kulit putih di North Carolina memberlakukan undang-undang segregasi baru. Mereka menghapus suara orang kulit hitam melalui tes melek huruf dan penerapan biaya untuk hak pilih.

Jumlah pemegang hak suara dalam pemilu dari kelompok keturunan Afrika-Amerika turun dari 125.000 orang pada tahun 1896 menjadi sekitar 6.000 tahun 1902.

"Orang kulit hitam di Wilmington tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi," kata Profesor Gilmore.